Pages

Friday 13 May 2016

Prinsip prinsip perlindungan konsumen



http://adfoc.us/35384659100968

Kata Pengantar

Buku ini juga tidak membahas asas-asas, termasuk prinsip pertanggungjawaban  khusus  oleh  pelaku  usaha    yang biasa diistilahkan sebagai strict liability dengan sistem pembuktian terbalik (pelaku usaha dibebani untuk membuktikan dirinya tidak bersalah), sebab buku ini bukan merupakan materi pembahasan akademis.

Buku ini lebih pada tujuan untuk dijadikan panduan dalam memahami materi-materi tertentu Undang-undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/
1999).

Meski buku ini juga tidak memuat ketentuan hukum acara sengketa perlindungan konsumen, sedikit saya informasikan bahwa hukum acara sengketa (perdata) perlindungan konsumen mengenal pemilihan acara: boleh melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau  boleh  juga  memilih  gugatan  melalui  Pengadilan Umum   (Pengadilan   Negeri),   sebagaimana   ditentukan dalam pasal 45 UU No. 8 / 1999.

Jika penyelesaian sengketa melalui pengadilan maka berlaku hukum acara perdata yang berlaku di Pengadilan Umum (pasal 48). Tetapi jika penyelesaiannya melalui BPSK maka berlaku hukum acara khusus berdasarkan pasal 54 sampai dengan pasal 58 UU No. 8 / 1999 dengan alur: BPSK – Pengadilan Negeri – Mahkamah Agung (tanpa melalui Pengadilan Banding).

Semoga buku ini bermanfaat.

Surabaya, Oktober 2010

Penulis / penyusun

Subagyo



A.      Dasar Hukum Pokok

Dasar hukum pokok dari perlindungan konsumen diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 / 1999).

B.      Definisi  Konsumen  dan  Pengusaha  /  Pelaku
Usaha

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” (pasal 1 angka 2).

Jadi, konsumen di sini merupakan “pemanfaat atau pengguna barang atau jasa, baik untuk diri-sendiri ataupun untuk orang lain.” Dengan demikian distributor, toko, agen dan sejenisnya yang membeli barang atau jasa untuk dijual kembali kepada pihak lain tidak termasuk konsumen.

Penjelasan pasal 1 angka 2 UU No. 8 / 1999 ini menjelaskan: Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal   istilah   konsumen   akhir   dan   konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam Undang-undang ini adalah konsumen akhir.”

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi.” (pasal 1 angka 3). Artinya, pelaku usaha yang diikat oleh undang-undang ini adalah para pengusaha yang berada di Indonesia, melakukan usaha di Indonesia.

Penjelasaan pasal 1 angka 3 UU No. 8 / 1999 menjelaskan: Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain- lain.


C.      Hak dan Kewajiban

Hak dan kewajiban konsumen diatur dalam pasal
4 dan 5 UU No. 8 / 1999, sebagai berikut:

Hak konsumen antara lain:
a. hak  atas  kenyamanan,  keamanan,  dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b.   hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.   hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d.   hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e.   hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f.    hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g.   hak  untuk  diperlakukan  atau  dilayani  secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h.   hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau

jasa    yang    diterima    tidak    sesuai    dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i.    hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen adalah:
a.   membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau                   jasa,      demi      keamanan      dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.   membayar   sesuai   dengan   nilai   tukar   yang disepakati;
d.   mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen.

Hak  dan  kewajiban  pelaku  usaha  /  pengusaha
diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8 / 1999.

Hak pelaku usaha adalah:
a.   hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar              barang       dan/atau       jasa       yang diperdagangkan;
b.   hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c.   hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di    dalam    penyelesaian    hukum    sengketa
konsumen;
d.   hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e.   hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b.   memberikan  informasi  yang  benar,  jelas  dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau  jasa    serta    memberi    penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c.   memperlakukan    atau    melayani    konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi          dan/atau          diperdagangkan
berdasarkan  ketentuan  standar  mutu  barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e.   memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,  dan/atau  mencoba  barang  dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f.    memberi   kompensasi,   ganti   rugi   dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.


D.      Larangan Bagi Pelaku Usaha

Larangan-larangan ini diatur dalam pasal 8 sampai dengan 17.

Pelaku usaha dilarang memproduksi, memperdagangkan  barang     maupun  jasa  yang (pasal 8 ayat 1):
a.   tidak   memenuhi   atau   tidak   sesuai   dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.   tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau
netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c.   tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan  jumlah  dalam  hitungan  menurut  ukuran yang sebenarnya;
d. tidak  sesuai  dengan  kondisi,  jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e.   tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f.    tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g.   tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h.  tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i.    tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama      dan    alamat    pelaku    usaha    serta keterangan  lain  untuk  penggunaan  yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j.    tidak     mencantumkan     informasi     dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.

Selain itu, Pelaku usaha juga dilarang:
-      memperdagangkan  barang  yang  rusak,  cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud (pasal 8 ayat 2).
-      memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang  rusak,  cacat  atau  bekas  dan  tercemar,

dengan   atau   tanpa   memberikan   informasi secara lengkap dan benar (ayat 3).

Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan 2 pasal 8 tersebut, dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Pasal 9 ayat 1 juga menentukan: Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah:
a.   barang   tersebut   telah   memenuhi   dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu           tertentu,   gaya   atau   mode   tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b.   barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c.   barang      dan/atau      jasa      tersebut      telah mendapatkan    dan/atau    memiliki     sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d.   barang   dan/atau   jasa   tersebut   dibuat   oleh
perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e.   barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f.    barang    tersebut    tidak    mengandung    cacat tersembunyi;
g.  barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h.   barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i.    secara     langsung     atau     tidak     langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j.    menggunakan    kata-kata    yang    berlebihan,
seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k.   menawarkan  sesuatu  yang  mengandung  janji yang belum pasti.

Barang atau jasa tersebut dilarang untuk diperdagangkan. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran ketentuan ini dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang atau jasa tersebut.

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa (untuk dijual) dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harganya, kegunaannya, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; serta tentang bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. (pasal
10)

Pasal 11 juga menentukan bahwa Pelaku usaha dalam penjualan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
a.   menyatakan   barang   dan/atau   jasa   tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b.   menyatakan   barang   dan/atau   jasa   tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c.   tidak   berniat   untuk   menjual   barang   yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
d.   tidak    menyediakan    barang    dalam    jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
e.   tidak    menyediakan    jasa    dalam    kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
f.    menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa
sebelum melakukan obral.

Pelaku usaha  dilarang  menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu   dan   jumlah   tertentu,   jika   pelaku   usaha tersebut  tidak bermaksud untuk  melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan (pasal 12).

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang atau   jasa   dengan   cara   menjanjikan   pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain secara cuma- cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya. (merencanakan kebohongan). (pasal 13 ayat 1). Pelaku usaha juga dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain. (pasal 13 ayat 2).

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk: tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas  waktu  yang  dijanjikan;  mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa; memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan; mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. (pasal 14)

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. (pasal
15).

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk: tidak menepati

pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan; dan tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi. (pasal
16).

Pelaku   usaha   periklanan   dilarang   memproduksi iklan  yang  mengelabui  konsumen  mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; memuat  informasi  yang  keliru,  salah,  atau  tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan tersebut. (pasal 17).


E.      Aturan  Pembuatan  Klausula  Baku  (Ketentuan atau Perjanjian yang dibuat Pelaku Usaha)

Pasal 18 ayat 1 menentukan bahwa Pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku  pada  setiap  dokumen  dan/atau  perjanjian dalam memperdagangkan barang atau jasa, yang isinya:
a.   menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.   menyatakan    bahwa    pelaku    usaha    berhak
menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; (catatan: biasanya dibuat nota bertuliskan: “Barang yang sudah dibeli dilarang dikembalikan.”)
c.   menyatakan    bahwa   pelaku    usaha    berhak menolak    penyerahan    kembali    uang    yang

dibayarkan  atas  barang  dan/atau  jasa  yang dibeli oleh konsumen;
d.  menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; (catatan: biasanya klausula ini dicantumkan di perjanjian leasing).
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.    memberi   hak   kepada   pelaku   usaha   untuk mengurangi   manfaat   jasa   atau   mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan  dan/atau  pengubahan  lanjutan  yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; (catatan: ini juga banyak terjadi dalam perjanjian kredit dengan bank, ketentuan kampus tentang tatacara pembayaran biaya pendidikan, dan lain-lain).
h.   menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan,   hak   gadai,   atau   hak   jaminan
terhadap  barang  yang  dibeli  oleh  konsumen
secara angsuran. (catatan: klausula ini juga banyak dipakai dalam perjanjian leasing atau beli tanah-rumah secara angsuran).

Selain itu, Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula  baku  yang  letak  atau  bentuknya  sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. (pasal 18 ayat 2);

Jika ketentuan tersebut dilanggar maka ketentuan baku yang dibuat tersebut batal demi hukum (pasal
18 ayat 3).

Setelah berlakunya UU No. 8 / 1999 ini maka Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang ini. (pasal 18 ayat 4).


F.      Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Prinsip pasal 19 UU No. 8 / 1999 :
1.   Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti  rugi    atas    kerusakan,    pencemaran, dan/atau            kerugian       konsumen       akibat
mengkonsumsi   barang   dan/atau   jasa   yang
dihasilkan atau diperdagangkan.
2.   Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang           sejenis    atau    setara    nilainya,    atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian   ganti   rugi   tersebut   tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5.   Ketentuan angka 1 dan 2 tersebut tidak berlaku apabila   pelaku   usaha   dapat   membuktikan
bahwa      kesalahan      tersebut      merupakan
kesalahan konsumen.

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. (pasal 20)

Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing. (pasal 21).

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (4), pasal 20, dan pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. (pasal 22).

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. (pasal 23)

Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:
a.  pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut;
b.   pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
Pelaku usaha tersebut dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang   dan/atau   jasa   menjual   kembali   kepada

konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut. (pasal 24)

Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual  dan  wajib  memenuhi  jaminan  atau  garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. Pelaku usaha tersebut bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan; tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan. (pasal 25)

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi  jaminan  dan/atau  garansi  yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan. (pasal 26)

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan; cacat barang timbul pada kemudian hari; cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang; kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen; lewatnya jangka waktu  penuntutan  4  (empat)  tahun  sejak  barang dibeli  atau  lewatnya  jangka  waktu  yang diperjanjikan. (pasal 27).

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, pasal 22, dan pasal 23 merupakan beban  dan  tanggung  jawab  pelaku  usaha.  (pasal
28).


G.     Sanksi Hukum

Sanksi Administratif

Badan  penyelesaian  sengketa  konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap  pelaku  usaha  yang  melanggar  pasal  19 ayat 2 dan ayat 3, pasal 20, pasal 25, dan pasal 26. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (pasal 60).

-      Pasal  19  ayat  2  dan  3  tentang  kewajiban pemberian ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah transaksi.
-      Pasal   20   tentang   Pelaku   usaha   periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
-      Pasal  25  dan  26  tentang  kewajiban  pelaku usaha produsen barang yang pemanfaatannya berkelanjutan minimal 1 (satu) tahun, untuk menyediakan layanan purna jual, suku cadang dan garansi sesuai perjanjian, serta kewajiban melaksanakan perjanjian garansinya.

Sanksi Pidana

Pasal 62 UU No. 8 / 1999 memuat ketentuan sanksi pidana, dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok dari sudut pandang kekhususan sanksinya, yaitu:

1.  Sanksi pidana berdasarkan hukum pidana khusus yang ditentukan dalam UU No. 8 / 1999. (pasal 62 ayat 1 dan 2)
2.   Sanksi yang tunduk pada ketentuan hukum pidana lainnya (di luar UU No. 8 / 1999. (pasal
62  ayat  3),  yaitu:  terhadap  pelanggaran  yang

mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Sanksi pidana berdasarkan hukum pidana khusus tersebut juga dapat dibagi menjadi 2 jenis berat-ringannya hukuman, yaitu:

a.   Dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana       denda       paling       banyak       Rp
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), terhadap perbuatan-perbuatan yang  melanggar ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
-      Pasal  8,  tentang  larangan-larangan  bagi Pelaku Usaha agar tidak memproduksi, menawarkan dan menjual barang atau jasa
yang  tidak  memenuhi  atau  tidak  sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan,  tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah menurut label atau etiket barang  tersebut; tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; tidak mengikuti ketentuan     berproduksi     secara     halal,

sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label; tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal  pembuatan,  akibat  sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat; tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; memperdagangkan   barang   yang   rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud; memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar; Pelaku usaha  yang  melakukan  pelanggaran tersebut dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
-      Pasal   9,   tentang   larangan   bagi   Pelaku usaha untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan  suatu  barang  dan/atau  jasa
secara  tidak  benar,  dan/atau  seolah-olah
barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu, seolah barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru; seolah barang dan/atau  jasa tersebut telah  mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu; seolah barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh

perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi; seolah barang dan/atau jasa tersebut tersedia; seolah barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; seolah barang tersebut merupakan  kelengkapan  dari  barang tertentu; seolah barang tersebut berasal dari daerah tertentu; secara langsung atau tidak langsung   merendahkan   barang   dan/atau jasa lain; menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap; menawarkan   sesuatu   yang   mengandung janji yang belum pasti, larangan memperdagangkannya serta larangan melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.



-      Pasal  10  tentang  larangan  Pelaku  usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa (untuk dijual)  menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat  pernyataan  yang  tidak  benar atau menyesatkan mengenai harganya, kegunaannya,  kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; serta tentang bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
-      Pasal  13  ayat  (2)  tentang  larangan  bagi Pelaku         usaha      untuk      menawarkan, mempromosikan  atau  mengiklankan  obat,
obat  tradisional,  suplemen  makanan,  alat
kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

-      Pasal  15  tentang  larangan  bagi  Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melakukan cara pemaksaan atau cara lain  yang  dapat  menimbulkan  gangguan baik           fisik     maupun     psikis     terhadap konsumen.
-      Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, tentang larangan Pelaku usaha periklanan untuk memproduksi iklan yang:
a. mengelabui    konsumen    mengenai kualitas,   kuantitas,   bahan,   kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta        ketepatan    waktu    penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c.   memuat  informasi  yang  keliru,  salah, atau           tidak   tepat   mengenai   barang dan/atau jasa;
e.   mengeksploitasi     kejadian     dan/atau
seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
-      Pasal  17  ayat  (2)  tentang  larangan  bagi Pelaku usaha periklanan untuk melanjutkan peredaran   iklan   yang   telah   melanggar
ketentuan pada pasal 17 ayat (1) di atas.
-      Pasal  18  tentang  larangan  bagi  Pelaku usaha untuk menggunakan klausula- klausula baku yang merugikan konsumen dalam dokumen/surat atau perjanjian dalam menawarkan barang/jasa yang diperdagangkannya, sebagaimana diuraikan selengkapnya dalam pasal 18 tersebut.

b.   Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar:
-      Pasal  11  tentang  larangan  bagi  Pelaku usaha    untuk    mengelabuhi/menyesatkan

konsumen dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dengan: menyatakan barang dan/atau jasa tersebut  seolah-olah  telah  memenuhi standar mutu tertentu; menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung  cacat  tersembunyi;  tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan  melainkan  dengan  maksud untuk menjual barang lain; tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau  jumlah  yang  cukup  dengan maksud menjual barang yang lain; tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;   menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
-      Pasal  12  tentang  larangan  bagi  Pelaku usaha menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
-      Pasal  13  ayat  (1)  tentang  larangan  bagi Pelaku         usaha              menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma- cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
-      Pasal  14  tentang  larangan  bagi  Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dengan  memberikan  hadiah  melalui  cara

undian, dilarang untuk: tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa; memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan; mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
-      Pasal  16  tentang  larangan  bagi  Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan untuk: tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian  sesuai  dengan  yang dijanjikan; tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
-      Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f tentang pelanggaran oleh Pelaku Usaha dengan cara:   tidak   memuat   informasi   mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.


H.      Sistem   Pengawasan   dan   Pembinaan   Dalam
Perlindungan Konsumen

Pembinaan

Pasal 29 UU No. 8 / 1999 menentukan:
(1)      Pemerintah      bertanggung      jawab      atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
(2)      Pembinaan        oleh        pemerintah        atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.

(3)      Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.
(4)      Pembinaan   penyelenggaraan   perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk:
a.  terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan   yang   sehat   antara   pelaku usaha dan konsumen;
b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
c.   meningkatnya    kualitas    sumber    daya manusia   serta   meningkatnya   kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang
perlindungan konsumen.
(5)     Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pengawasan

Pasal 30 UU No. 8 / 1999 menentukan:
(1)     Pengawasan      terhadap      penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya
diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat,
dan  lembaga  perlindungan  konsumen swadaya masyarakat.
(2)     Pengawasan  oleh  pemerintah  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
(3)    Pengawasan  oleh  masyarakat  dan  lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(4)     Apabila    hasil    pengawasan    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menyimpang dari         peraturan   perundang-undangan   yang berlaku  dan  membahayakan  konsumen, Menteri  dan/atau  menteri  teknis  mengambil

tindakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
(5)     Hasil    pengawasan    yang    diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen     swadaya     masyarakat     dapat
disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat
disampaikan   kepada   Menteri   dan   menteri teknis.
(6)     Ketentuan   pelaksanaan   tugas   pengawasan sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Dengan  demikian  sangat  jelas  bahwa  pembinaan dan perlindungan konsumen merupakan wewenang Pemerintah (Menteri terkait yang membidangi perdagangan) dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LSM bidang perlindungan konsumen).

Oleh sebab itu, kebiasaan-kebiasaan yang dikeluhkan  para  pengusaha  adanya  para  polisi yang mendatangi perusahaan-perusahaan untuk meminta data-data dan informasi dengan alasan “pengawasan umum” merupakan tindakan yang tidak sah, kecuali dalam rangka menjalankan wewenang-wewenang penyelidikan dan penyidikan yang didasarkan adanya laporan dugaan tindak pidana  yang  untuk  itu  harus  menunjukkan  surat- surat perintah dan membuat berita acara tindakan- tindakan penyelidikan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam KUHAP.


--- Selamat Memahami ! ---





Tentang penulis / penyusun:

Subagyo  adalah  seorang  advokat  kelahiran Nganjuk, saat ini tinggal di Surabaya, mengawali kerja hukum sebagai pengacara sejak tahun 2000, setelah memperoleh izin pengacara praktik Desember 2008.

Saat ini  Subagyo menjadi pengurus Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) di Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Surabaya pada Bidang Pembelaan Profesi masa kepengurusan periode 2009 2013 diangkat dengan Keputusan DPN PERADI No: Kep.015/PERADI/DPN/V/2009, tanggal 7 Mei 2009.

Selain itu  yang bersangkutan  juga  sebagai  Ketua Dewan Pertimbangan Lembaga Hukum & HAM Keadilan Indonesia (LHKI) Surabaya, turut melakukan advokasi sosial dalam sengketa- sengketa agraria, sistem pendidikan nasional, industrial, ketenagakerjaan, dan lain-lain.

Penulis/Penyusun buku ini juga menulis artikel opini bertema hukum dan sosial pernah dimuat di koran Kompas, Surya, Jawa Pos, Republika, Majalah Forum Hukum TNI AL, Suara Pembaruan, Surabaya Pagi, dan lain-lain.

----***---

No comments:

Post a Comment

moga bermanfaat ^,^

 

Blogger news

Blogroll

About