Pages

Sunday 8 May 2016

Makalah sumber hukum administrasi negara



http://adfoc.us/35384658983440

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Tugas Makalah  kami tentang “Sumber Hukum Administrasi Negara” yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Kedua kalinya saya ucapkan terima kasih terhadap dosen pembimbing kami kuliah Hukum Administrasi negara . berkat arahan serta bimbingannya kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Tugas ini berisikan tentang informasi mengenai pengertian Sumber Hukum Administrasi Negara serta macam-macam Sumber Hukum Administrasi Negara.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan tidak terlepas dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini.
Diharapkan Tugas ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi kepada kita semua tentang Sumber Hukum Administrasi Negara serta mendapat ridho dari Allah SWT.


                                                                                    Mataram, 13 Oktober 2014


      NURUL HAINI
        D1A112220
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Hukum pada dasarnya menjadi acuan dalam mengatur segala permasalahan yang ada. Adapun hukum ini digunakan tidak saja mengatur menyelesaikan permasalahan semata tetapi juga menjadi acuan kehidupan dalam bermasyarakat. Pembuatan hukum dalam hal ini membutuhkan bahan atau dengan kata lain membutuhkan sumber. Terkait dengan sumber hukum yang menjadi pokok permasalahan yang diangkat dalam makalah ini tidak dapat dikatakan sembarangan.

Sumber hukum yang menjadi bahan hukum ini digali dari karakteristik  bangsa Indonesia dan beberapa kontribusi hukum dari bangsa penjajah. Adanya kontribusi ini tidak terlepas dari penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing. Pada dasarnya pemilihan sumber acuan ini juga telah dipirkan dengan matang antara lain sifatnya yang berusaha mengikuti perkembangan zaman. Dengan adanya sumber hukum yang jelas sudah tentu hukum yang dihasilkan juga menjadi berbobot. Sumber hukum administrasi negara pada nantinya akan digunakan acuan dalam segala sesuatu terkait administrasi Negara.




B.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Sumber Hukum?
2.      Apa saja sumber-sumber Hukum di Indonesia?
a.       Sumber Hukum Materil
b.      Sumber Hukum Formil
3.      Apa saja Sumber-sumber Hukum Administrasi Negara?
a.      Sumber Hukum Materil
b.      Sumber Hukum Formil
4.      Apa saja Asas Asas Dalam Hukum Administrasi Negara.

C.  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian Sumber Hukum
2.      Mengetahui dan dapat membedakan antara sumber hokum materil dan formil di Indonesia
3.      Mengetahui dan dapat membedakan sumber-sumber Hukum Administrasi Negara.
4.      mengetahui dan dapat memahami asas asas dalam Hukum Administrasi Negara.
D.      Manfaat
1.    Menambah wawasan mahasiswa mengenai Sumber Hukum
2.    Menambah wawasan mahasiswa mengenai perbedaan sumber hukum secara umum dengan sumber hukum Administrasi Negara

BAB II
SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A.    Pengertian Sumber Hukum
Sumber ialah sesuatu yang dapat menimbulkan hal-hal baru yang merupakan manifestasi dari sumber tersebut, oleh karenanya harus berorientasi pada sumber itu sendiri.
Menurut Danang Tunjung Laksono, Sumber Hukum adalah sesuatu yang menimbulkan aturan hukum dan ditentukan aturan hukum itu. Menurut Prof. Soedikno ada beberapa arti sumber hukum sebagai asas hukum, hukum terdahulu yang memberi bahan, dasar berlakunya, tempat mengetahui hukum dan sebab yang menimbulkan hukum.

Zevenbergen menyatakan sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum; atau sumber yang menimbulkan hukum.Sedangkan C.S.T. Kansil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Menurut Achmad Ali sumber hukum adalah tempat di mana kita dapat menemukan hukum.Namun perlu diketahui pula bahwa adakalanya sumber hukum juga sekaligus merupakan hukum, contohnya putusan hakim. Berbagai pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa Sumber hukum ialah segala sesutau yang menyebabkan terjadinya hukum dengan segala aturan-aturan hukumnya.


B.     Sumber-Sumber Hukum di Indonesia
Sumber hukum di Indonesia pada umumnya diklasifikasikan menjadi dua. Adapun klasifikasi sumber hukum di Indonesia antara lain:

1.   Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum merupakan sumber hukum materiil. Isi kaidah hukum ialah hal-hal konkrit yang sesuai dengan tindakan manusia yang seharusnya. Sumber hukum dalam arti materiil menurut Utrecht adalah perasaan atau keyakinan hukum individu dan masyarakat yang menjadi determinan materiil membentuk hukum danmenentukan isi hukum. Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum adalah faktor idiil dan faktor kemasyarakatan.Sumber-sumber hukum materiil dapat ditinjau dari berbagai sudut misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan sebagainya.
Sumber hukum materiil merupakan faktor yang membantu pembentuk hukum misalnya hubungan sosial politik, situasi sosial ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis. Sumber hukum Materiil umumnya ialah pancasila, karena pancasila merupakan sumber hukum tertinggi yang menjadi sumber hukum positif lainnya. Dalam sumber hukum materiil terdapat faktor-faktor yang dijadikan dasar untuk menentukan isi hukum materiil antara lain :
a.       Sejarah, Undang-undang atau peraturan –peraturan masa lalu yang dianggap baik dapat dijadikan bahan untuk membuatUndang-Undang dan dapat diberlakukan sebagai hokum positif.
b.      Sosiologi/Antropologi Budaya, yang menjadi sumber hokum adalah masyarakat seluruhnya. Objek yang ditinjau adalah lembaga-lembaga social masyarakat. Menurut ahli sosiologi, kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam masyarakat dapat dijadikan bahan membuat hokum positif, misalnya kegiatan ekonomi.
c.       Filsafat, ukuran untuk menentukan aturan yang bersifat adil atau tidak dan sejauh mana aturan ditaati oleh warga masyarakat.

2.   Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil ialah kaidah hukum yang dilihat dari segi bentuk, dengan diberi suatu bentuk melalui suatu proses tertentu, maka kaidah ituakan berlaku umum dan mengikat seluruh warga masyarakat dan ditaati oleh warga masyarakat. Di Indonesia sumber hokum formil diatur dalam ketetapan MPRS No.XX/MPR/1966.
Sumber Hukum formil merupakan suatu sumber yang menyebabkan (menjadi causa efficiens) kaidah hukum yang berlaku.Sumber hokum formil berbentuk:
1.      Undang-Undang
2.      Kebiasaan
3.      Jurisprudensi
4.      Pendapat ahli hukum yang terkenal (Doktrin)
5.      Traktat

C.    Sumber-Sumber Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu aspek dari ilmu hukum, maka pengertian sumber hukum pada umumnya berlaku pula pada pengertian sumber HAN, karena HAN erat sekali hubungannya dengan politik hukum Negara, yang berarti pengaruh Negara sangat besar terhadap timbul, berubah serta hapusnya HAN. Suber administrasi Negara dibedakan menjadi dua yaitu :

1.      Sumber Materiil
Sumber Materiil yaitu sumber hukum  yang turut menentukan isi kaidah hukum. Sumber hukum material ini berasal dari peristiwa-peristiwa dalam pergaulan masyarakat dan peristiwa-peristiwa itu dapat mempengaruhi bahkan menentukan sikap masyarakat. Sumber hukum materiil dari HAN meliputi faktor-faktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan HAN.  Faktor yang mempengaruhi isi HAN yaitu meliputi faktor  Historis, Filosofis, Sosiologis, Antropologis, Ekonomis, Agama dll. Sumber hukum materiil umum dengan sumber hukum materiil  HAN pada dasarnya sama yaitu Pancasila. Jadi semua sumber hukum positif yang ada di Indonesia bersumber pada isi dan jiwa Pancasila. Sumber hukum materiil adalah sumber hukum dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi isi dari suatu hukum. Sumber Hukum Materiil
Faktor-faktor yang ikut mempengaruhi isi dari aturan hukum adalah historik, filosofik dan sosiologis/ antropologis.
a.      Sumber Hukum Historik (Sejarah)
Dalam arti sejarah istilah sumber hukum mempunyai dua makna:
®    Sebagai sumber pengenal dari hukum yang berlaku pada suatu saat tertentu.
®    Sebagai sumber tempat asal pembuat undang-undang menggalinya dalam penyusunan suatu aturan menurut undang-undang.
Sumber hukum dari sudut historik ini yang paling relevan adalah undang-undang dan sistem hukum tertulis di masa lampau sebab undang-undang dan sistem hukum tertulis itulah yang merupakan hukum yang betul-betul berlaku, sedangkan dokumen dan surat-surat keterangan hanya bersifat mengenalkan hukum yang berlaku di masa lampau.
b.      Sumber Sosiologis/ Antropologis
Berdasarkan pada sosiologi/ antropologis ditegaskan bahwa sumber hukum materiil adalah seluruh masyarakat. Sudut ini menyoroti lembaga-lembaga sosial sehingga dapat diketahui apakah yang dirasakan sebagi hukum oleh lembaga-lembaga tersebut. Dan dari pengetahuan itulah dapat dibuat materi hukum yang sesuai dengan kenyataan sosiologisnya. Dapat juga dikatakan bahwa dari sudut sosiologis/ antropologis ini yang dimaksud dengan sumber hukum adalah faktor-faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan hukum positif, faktor-faktor mana meliputi pandangan ekonomi, agamis dan psikologis.
c.       Sumber Filosofis
Dari sudut filsafat ada dua masalah penting yang dapat menjadi sumber hukum, yaitu:
®    Ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat adil. Karena hukum itu dimaksudkan, antara lain untuk menciptakan keadilan maka hal-hal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan juga sumber hukum materiil.

®    Faktor-faktor yang mendorong seseorang mau tunduk pada hukum. Hukum itu diciptakan agar ditaati, oleh sebab itu semua faktor yang dapat mendorong seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif.

2.      Sumber Formil
Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan hukum yang sudahmempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum atau bentuk dimana kita dapat menemukan hukumpositif.  Sumber-sumber hukum formal Administrasi Negara ialah :

a.      Undang-Undang
Yaitu peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan Negara, dan tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Menurut BUYS, undang-undang ini mempunyai dua arti yakni:
Undang-Undang dalam arti formil, yaitu setiap keputusan yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya. Di Indonesia UU dalam arti formil ditetapkan oleh presiden bersama-sama DPR, contoh UUPA, UU tentang APBN, dll.
Undang-Undang dalam arti materiil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk. Contoh: UUPA ditinjau dari segi kekuatan mengikatnya undang-undang ini mengikat setiap WNI di bidang agraria.
            Berdasarkan amandemen pertama UUD 1945 pada Pasal 5 ayat 1 ditegaskan bahwa “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Kemudian dalam Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Dan selanjutnya berdasarkan Pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”.
            Dengan adanya perubahan UUD 1945 tersebut maka kedudukan DPR jelas merupakan lembaga pemegang kekuasaan legislatif, sedangkan fungsi inisiatif di bidang legislasi yang dimiliki oleh Presiden tidak menempatkan Presiden sebagai pemegang kekuasaan utama di bidang ini. Perubahan ini sekaligus menegaskan bahwa UUD 1945 dengan sungguh-sungguh menerapkan sistem pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikati dimana sebelumnya fungsi legislatif dan eksekutif tidak dipisahkan secara tegas dan masih bersifat tumpang tindih.
            Bentuk hukum peraturan daerah Propinsi, Kabupaten/Kota, dan Peraturan Desa, sama-sama merupakan bentuk peraturan yang proses pembentukannya melibatkan peran wakil rakyat dan kepala pemerintahan yang bersangkutan. Khusus untuk tingkat desa, meskipun tidak terdapat lembaga parlemen sebagaimana mestinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 209 dan 210 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dibentuk Badan Permusyawaratan Desa, dimana ditegaskan bahwa “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat”.
            Untuk melaksanakan peraturan perundangan yang melibatkan peran para wakil rakyat tersebut, maka kepala pemerintahan yang bersangkutan juga perlu diberi wewenang untuk membuat peraturan-peraturan yang bersifat pelaksanaan. Karena itu selain UU, Presiden juga berwenang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. Demikian pula Gubernur, Bupati, Walikota, dan Kepala Desa, selain bersama-sama para wakil rakyat membentuk peraturan daerah dan peraturan desa, juga berwenang mengeluarkan peraturan kepala daerah sebagai pelaksanaan terhadap peraturan yang lebih tinggi tersebut.

Undang-undang ialah suatu kekuatan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan dipelihara oleh penguasa negara. Undang-undang menjadi sumber dasar bagi ketentuan-ketentuan hukum yang ada. Undang-undang dalam arti formil disebut juga dengan undang-undang dalam arti sempit yaitu setiap peraturan atau ketetapan yang dibentuk oleh alat perlengkapan Negara yang diberi kekuasaan utuk membentuk Undang-undang. Undang-undang dalam arti materiil atau disebut juga dengan undang-undang dalam arti luas ialah setiap peraturan ketetapan yang isinya berlaku mengikat kepada umum (setiap orang).
Perundang-undangan  terbagi menjadi dua yaitu :
1)      Perundang-undangan pusat, yaitu peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga atau badan pemerintah pusat. Seperti: UUD 1945, TAP MPR, Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan sebagainya.
2)      Peraturan perundangan pemerintah, yaitu: peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga pemerintah daerah, seperti:, peraturan gubernur, peraturan bupati, dan sebagainya.

Tata urutan peraturan perundang undangan:
Menurut Tap MPRS XX Tahun 1966 tentang Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong mengenai sumber tertib Hukum RI dan tata urut perundangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang/Perpu
4. Peraturan Pemerintah
5. keputusan Presiden
6. Peraturan Menteri
7. Instruksi Menteri
            Untuk menata kembali struktur dan hirarki peraturan perundang-undangan tersebut, berdasarkan Tap MPR RI No. III tahun 2000 disusun suatu struktur baru peraturan perundang-undangan dengan urutan sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang (UU)
4. Perpu
4. Peraturan Pemerintah (PP)
5. Keputusan Presiden (Keppres)
6. Peraturan Daerah (Perda)
Dan terakhir berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang berisi hirarkhi perundang-undangan, maka urutan peraturan perundangan RI adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Undang-undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah:
a.       Peraturan Daerah Propinsi dibuat oleh DPRD Propinsi bersama dengan gubernur
b.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota
c.       Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama.

        Sebelum dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 2004 tersebut, tata urut dan penamaan bentuk-bentuk peraturan mengalami banyak kerancuan. Sebagai contoh adalah di beberapa kementerian, digunakan istilah Peraturan Menteri tetapi di beberapa kementerian lainnya digunakan istilah Keputusan Menteri, padahal jelas-jelas isinya memuat materi-materi yang mengatur kepentingan publik seperti di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai penyelenggaraan pendidikan nasional, dan sebagainya.  Disamping itu untuk mengatur secara bersama berkenaan dengan materi-materi yang bersifat lintas departemen, berkembang pula kebiasaan menerbitkan Keputusan Bersama antar Menteri, atau peraturan dalam bentuk Surat Edaran, padahal bentuk keputusan bersama dan surat edaran itu jelas tidak ada dasar hukumnya. Kemudian mengenai Ketetapan MPR, apakah ketetapan MPR itu termasuk peraturan atau bukan, karena isinya sering sama dengan Keputusan Presiden yang hanya bersifat penetapan biasa.
        Keluarnya UU No. 10 Tahun 2004 itu sebenarnya merupakan upaya penyempurnaan dalam rangka penataan kembali sumber tertib hukum dan bentuk-bentuk serta tata urut peraturan perundang-undangan Republik Indonesia di masa yang akan datang

b.       Praktik Administrasi Negara (kebiasaan)
Yaitu perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Sudikno (1986:82) menguraikan bahwa kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu. Perilaku yang tetap atau ajeg ini berarti merupakan perilaku manusia yang diulang, dimana perilaku yang diulang itu mempunyai kekuatan normatif, dan mempunyai kekuatan mengikat. Karena diulang oleh orang banyak maka mengikat orang-orang lain untuk melakukan hal yang sama, karenanya menimbulkan keyakinan atau kesadaran bahwa hal itu memang patut dilakukan. Yang menjadikan tingkah laku itu kebiasaan atau adat adalah kepatutan dan bukan semata-mata unsur terulangnya atau ajegnya tingkah laku. Karena dirasakan patut inilah maka lalu diulang, dan patut tidaknya suatu tingkah laku tadi bukan karena pendapat seseorang tetapi pendapat masyarakat
Hukum kebiasaan sering disebut hukum adat. Kebiasaan (hukum adat) adalah sebagai hukum yang tertua, sifat peraturannya sesuai dengan sifat lingkungan masyarakatnya itu sendiri. Sudikno menyatakan bahwa kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu. Perilaku yang tetap atau ajeg ini berarti merupakan perilaku manusia yang diulang, dimana perilaku yang diulang itu mempunyai kekuatan normatif, dan mempunyai kekuatan yang mengikat.

Kebiasaan dan Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat sehingga kekuatan berlakunya terbatas pada masyarakat. Perbedaan prinsipil antara hukum kebiasaan dan hukum adat yaitu Hukum kebiasaan seluruhnya tidak tertulis sedangkan hukum adat, ada yang tertulis dan ada yang tidak dan hukum kebiasaan berasal dari kontrak sosial sedangkan hukum dapat berasal dari kehendak nenek moyang, agama dan tradisi masyrakat.

Tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang baik dan adil. Oleh karena itu belum tentu suatu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum. Hanya kebiasan-kebiasaan dan adat istiadat yang baik dan diterima masyarakat yang sesuai dengan kepribadian masyarakat tersebutlah yang kemudian berkembang menjadi hukum kebiasaan. Sebaliknya ada kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan ditolak oleh masyarakat, dan ini tentunya tidak akan menjadi hukum kebiasaan masyarakat, sebagai contoh: kebiasaan begadang, berpakaian seronok, dan sebagainya.
Sudikno menyebutkan bahwa untuk timbulnya kebiasaan diperlukan beberapa syarat tertentu yaitu :
1)      Syarat materiil
Adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang (longa et invetarata consuetindo).
2)      Syarat intelektual
Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis).
3)      Syarat akibat hukum apabila hukum itu dilanggar

Utrecht (1966:120-122), menyebutkan bahwa: “Hukum kebiasaan ialah kaidah-kaidah yang biarpun tidak ditentukan oleh badan-badan perundang-undangan –dalam suasana “werkelijkheid” (kenyataan) ditaati juga, karena orang sanggup menerima kaidah-kaidah itu sebagai hukum dan telah ternyata kaidah-kaidah tersebut dipertahankan oleh penguasa-penguasa masyarakat lain yang tidak termasuk lingkungan badan-badan perundang-undangan. Dengan demikian hukum kebiasaan itu kaidah yang – biarpun tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan- masih juga sama kuatnya dengan hukum tertulis. Apalagi bilamana kaidah tersebut menerima perhatian dari pihak pemerintah”.
Di Indonesia kebiasaan itu diatur dalam beberapa undang-undang yaitu antara lain:
Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan bahwa “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Pasal 1346 KUHPerdata disebutkan bahwa “Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat persetujuan telah dibuat”.
Selanjutnya dalam Pasal 1571 KUHPerdata juga disebutkan bahwa: “Jika perjanjian sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis, maka perjanjian sewa menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”.
Mengenai praktek administrasi negara sebagai sumber hukum formil, dapat dikatakan bahwa praktek itu membentuk hukum administrasi negara kebiasaan (hukum tidak tertulis). Hukum administrasi negara kebiasaan tersebut dibentuk dan dipertahankan dalam keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara. Sebagai suatu sumber hukum formil, maka sering sekali praktek administrasi negara itu berdiri sendiri

c.        Jurisprudensi
Jurisprudensi adalah keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan adanya keputusan hakim dapat menimbulkan hukum positif pada mereka yang bersangkutan yakni timbulnya, barubahnya atau hapusnya hak dan kewajiban baru bagi masing-masing pihak, yang dapat membentu HAN ialah keputusan hakim administrasi ataupun hakim umum yang memutus dalam perkara dalam administrasi Negara.
Jurisprudensi ialah Keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama. Keputusan hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri sesuai pasal 22 A.B. menjadi dasar keputusan hakim lainnya /kemudiannya untuk mengadili perkara yang serupa dan keputusan hakim tersebut kemudian menjadi sumber hukum keadilan. Keputusan hakim demikian yang disebut hukum jurisprudensi.
Purnadi Purbacaraka menyebutkan bahwa istilah Yurisprudensi berasal dari kata yurisprudentia(bahasa latin) yang berarti pengetahuan hukum (rechtsgeleerdheid). Kata yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan kata “yurisprudentie” dalam bahasa Perancis, yaitu peradilan tetap atau bukan peradilan. Kata yurisprudensi dalam bahasa Inggris berarti teori ilmu hukum (algemeene rechtsleer: General theory of law), sedangkan untuk pengertian yurisprudensi dipergunakan istilah-istilahCase Law atau Judge Made Law. Dari segi praktek peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu dijadikan pedoman hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus yang sama.
Beberapa alasan seorang hakim mempergunakan putusan hakim yang lain (yurisprudensi) yaitu:
a.      Pertimbangan Psikologis
Hal ini biasanya terutama pada keputusan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, maka biasanya dalam hal untuk kasus-kasus yang sama hakim di bawahnya secara psikologis segan jika tidak mengikuti keputusan hakim di atasnya tersebut.
b.      Pertimbangan Praktis
Pertimbangan praktis ini biasanya didasarkan karena dalam suatu kasus yang sudah pernah dijatuhkan putusan oleh hakim terdahulu apalagi sudah diperkuat atau dibenarkan oleh pengadilan tinggi atau MA maka akan lebih praktis apabila hakim berikutnya memberikan putusan yang sama pula. Di samping itu apabila keputusan hakim yang tingkatannya lebih rendah memberi keputusan yang menyimpang atau berbeda dari keputusan yang lebih tinggi untuk kasus yang sama, maka keputusan tersebut biasanya tentu tidak dibenarkan/dikalahkan pada waktu putusan itu dimintakan banding atau kasasi.

c.       Pendapat Yang sama
Pendapat yang sama biasanya terjadi karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan keputusan hakim lain yang terlebih dahulu untuk kasus yang serupa atau sama.

d.      Anggapan para ahli HAN (Doktrin)
Doktrin ialah pendapat para pakar dalam bidangnya masing-masing yang mempunyai pengaruh. Pendapat yang dikemukakan ini sering dipergunakan sebagai sumber dalam pengambilan keputusan, terutama oleh para hakim. Doktrin digunakan untuk mengambil keputusan karena doktrin merupakam pendapat para sarjana hukum yang terkemuka dimana pendapat tersebut sangat besar pengaruhnya dalam keputusan yang diambil maupun dalam sumber hukum.
Doktrin merupakan pendapat para ahli hukum. Pendapat para ahli hukum dapat melahirkan teori-teori dalam lapangan hukum administrasi yang kemudian dapat dijadikan dasar timbulnya kaidah-kaidah hukum dalam Hukum Admnistrasi Negara (HAN). Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang paling penting
Anggapan atau pendapat para ahli HAN merupakan sumber faktuil dari HAN, akan tetapi berbeda dengan peraturan perundangan ataupun jurisprudensi. Peraturan perundangan bila sudang diundangkan langsung bersifat mengikat terhadap alat administrasi Negara maupun warganegara. Keputusan Hakim ( Jurisprudensi ) mempunyai kekuatan tetap mengikat terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Sedangkan anggapan para ahli HAN, untuk menjadi sumber HAN, memerlukan proses yang lama.
Peraturan-peraturan perundang-undangan merupakan bagian terbesar dari hukum administrasi Negara. tetapi baik di Indonesia maupun di Belanda belum dibuat suatu kodifikasi (system tertulis) hukum admnistrasi Negara, seperti telah ada kodifiksai hukum privat (KUHP dan KUHD) dan hukum pidana.
e.       Traktat
Yaitu perjanjian antar negara/perjanjian internasional/perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada perjanjian yang mereka adakan itu. Hal ini disebut Pacta Sun Servada yang berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakan atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati oleh kedua belah pihak.
Ada beberapa macam traktat (treaty) yaitu:
a.       Traktat bilateral atau traktat binasional atau twee zijdig
Yaitu apabila perjanjian dilakukan oleh dua negara. Contoh: Traktat antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia tentang Perjanjian ekstradisi menyangkut kejahatan kriminal biasa dan kejahatan politik.

b.      Traktat Multilateral
Yaitu perjanjian yang dilakukan oleh banyak negara. Contoh: Perjanjian kerjasama beberapa negara di bidang pertahanan dan ideologi seperti NATO.

c.       Traktat Kolektif atau traktat Terbuka
Yaitu perjanjian yang dilakukan oleh oleh beberapa negara atau multilateral yang kemudian terbuka untuk negara lain terikat pada perjanjian tersebut. Contoh: Perjanjian dalam PBB dimana negara lain, terbuka untuk ikut menjadi anggota PBB yang terikat pada perjanjian yang ditetapkan oleh PBB tersebut.

Adapun pelaksanaan pembuatan traktat tersebut dilakukan dalam beberapa tahap dimana setiap negara mungkin saja berbeda, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

1.          Tahap Perundingan
Tahap ini merupakan tahap yang paling awal biasa dilakukan oleh negara-negara yang akan mengadakan perjanjian. Perundingan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis atau melalui teknologi informasi lainnya. Perundingan juga dapat dilakukan dengan melalui utusan masing-masing negara untuk bertemu dan berunding baik melalui suatu konferensi, kongres, muktamar atau sidang.

2.          Tahap Penutupan
Tahap penutupan biasanya apabila tahap perundingan telah tercapai kata sepakat atau persetujuan, maka perundingan ditutup dengan suatu naskah dalam bentuk teks tertulis yang dikenal dengan istilah “Piagam Hasil Perundingan” atau “Sluitings-Oorkonde”. Piagam penutupan ini ditandatangani oleh masing-masing utusan negara yang mengadakan perjanjian.

3.          Tahap Pengesahan atau ratifikasi
Persetujuan piagam hasil perundingan tersebut kemudian oleh masing-masing negara (biasanya tiap negara menerapkan mekanisme yang berbeda) untuk dimintakan persetujuan oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan untuk itu.


4.          Tahap Pertukaran Piagam
Pertukaran piagam atau peletakkan piagam dalam perjanjian bilateral maka naskah piagam yang telah diratifikasi atau telah disahkan oleh negara masing-masing dipertukarkan antara kedua negara yang bersangkutan. Sedangkan dalam traktat kolektif atau terbuka peletakkan naskah piagam tersebut diganti dengan peletakkan surat-surat piagam yang telah disahkan masing-masing negara itu, dalam dua kemungkinan yaitu disimpan oleh salah satu negara berdasarkan persetujuan bersama yang sebelumnya dinyatakan dalam traktat atau disimpan dalam arsip markas besar PBB yaitu pada Sekretaris Jenderal PBB.

D. Asas-Asas Sistem Hukum Adminisrasi Negara
       Sisem Hukum Administrasi Negara harus dapat menjamin dan menjalankan pelaksanaan asas-asas hukum sebagai berikut:
1.      Asas-asas pancasila, dan Undang-undang dasar 1945
2.      Asas-asas Wawasan Nusantara
3.      Asas-asas Ketahanan Nasional
4.      Asas-asas Kedaulatan Negara
5.      Asas-asas Negara Hukum
6.      Asas-asas Berhati-hati dalam penggunaan kekuasaan negara
7.      Asas-asas ketelitian dan kesungguhan hati dalam mengurus kepentingan para warga masyarakat
8.      Asas-asas kesaksamaan dan kejujuran dalam mengambil keputusan terhadap permohonan para warga masyarakat.

Salah satu prinsip dalam Negara Hukum adalah Wetmatigheid Van Bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan atau dengan kata lain setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, harus berdasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang diberlakukan. 
Pouvoir Discretionare atau Freies Ermessen merupakan kemerdekaan bertindak atas inisiatif dan kebijakan sendiri dari administrasi negara pada welfare state. Sedang secara etimologis, Freies Ermessen artinya orang yang bebas mempertimbangkan, bebas menilai, bebas menduga, dan bebas mengambil keputusan.
Sebenarnya freies ermessen terinspirasi dari asas diskresi yang berarti kebebasan seorang pejabat untuk bertindak berdasarkan pikirannya demi kepentingan umum. Selalu kita mendapati di jalan umum misalnya ketika terjadi macet, maka meski lampu merah menyala polisi lalu lintas membiarkan kendaraan lewat di jalur lampu merah tersebut. Inilah sebenarnya contoh kecil dari penggunaan asas diskresi oleh polisi lalu lintas.
Diskresi diperlukan sebagai pelengkap asas legalitas, yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiap tindak atau perbuatan administrasi negara harus berdasarkan ketentuan undang-undang, akan tetapi tidak mungkin bagi undang-undang untuk mengatur segala macam hal dalam praktek kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu diperlukan adanya kebebasan atau diskresi pada pejabat publik dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewajiban yang dibebankan kepadanya
Oleh Marbun dan Ridwan HR mengemukakan bahwa freies ermessen merupakan kebebasan yang melekat bagi pemerintah atau administrasi Negara.

Sebenarnya jika ditilik lebih jauh pengguanan asas freies ermessen oleh pejabat publik bertentangan dengan asas legalitas, namun hal itu tidak berarti tidak bisa kita mengatakan bahwa pejabat kemudian dilarang bertindak padahal itu atas nama demi kepentingan umum.Meski  salah satu dari tujuan Negara adalah Negara hukum, tetapi arah atau sasaran utamanya adalah Negara kesejahteraan (welfare state). Oleh karena itu pejabat eksekutif yang lebih banyak bersentuhan dnegan pelaksanaan undang-undang tidak dapat dibatasi untuk tidak bertindak, ketika terjadi kekosongan hukum (wetvacuum) dan adanya peraturan pelaksanaan undang-undang yang perlu ditafsirkan (interpertate). Namun tetap kembali bahwa meski itu adalah tindakan diskresi pejabat tetap harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral. 

 Kemudian, kita juga tidak dapat menghilangkan penggunaan  freies  ermessen  dalam hukum administrasi Negara, karena hal itu juga sudah dinyatakan secara tegas dalam Undang-undang Peradilan TUN (UU No. 5 Tahun  1986 jo UU No. 9 Tahun 2004), bahwa individu atau badan hukum perdata jika dirugikan dengan keluarnya KTUN, salah satu alasan dapat mengajukan gugatan ke PTUN adalah karena keputusan itu bertentang dengan Asas-Asas Uum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), jadi selain keputusan pejabat TUN dapat diuji karena bertentang dnegan peraturan perudang-undangan yang berlaku juga dapat diuji melalui AAUPB.


Dengan demikian segala keputusan TUN tidak hanya lagi dapat diuji melalu peraturan perundang-undangan yang berlaku, jikalau misalnya terjadi penyalahgunaan kewenangan (abuse of the power/ detornment of the pouvoir), terjadi pencaplokan kekuasaan (succession of the power) atau terjadi kesewenang-wenangan oleh pejabat tersebut ketika mengeluarkan keputusan (willekeur). Artinya saat ini, semakin luas alat atau instrument yang dapat digunakan sebagai alasan mengajukan gugatan ke peradilan administrasi (PTUN) dengan hadirnya AAUPB sebagai penerapan lebih lanjut dari asas freies ermessen.

BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Sumber hukum ialah segala sesutau yang menyebabkan terjadinya hukum dengan segala aturan-aturan hukumnya. Sumber Hukum umumnya maupun sumber Hukum HAN dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formiil.
Sumber hukum materiil dari HAN meliputi faktor-faktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan HAN.  Faktor yang mempengaruhi isi HAN yaitu meliputi faktor  Historis, filosofis, sosiologis, antropologis, ekonomis, agama dll. Pada dasarnya sumber materiil HAN ialah Pancasila. Sedangkan sumber formiil HAN ialah Undang-Undang, Kebiasaan, Jurisprudensi, dan Doktrin.












B.  SARAN
            Sebagai mahasiswa kita harus dapat mengetahui sumber-sumber hukum administrasi Negara. Dalam makalah ini telah dijelaskan mengenai sumber-sumber hukum administrai Negara yang dapat dipahami. Sebagai mahasiswa seharusnya kita paham dengan adanya hukum administrasi Negara untuk bekal pengetahuan.
            Seperti dijelaskan bahwa sumber-sumber hukum administrasi Negara ada dua yaitu sumber hukum formiil dan sumber hukum materiil. Dengan mengetahui sumber hukum diharapkan dapat menambah wawasan mengenai hukum administrasi Negara.


No comments:

Post a Comment

moga bermanfaat ^,^

 

Blogger news

Blogroll

About