Pages

Wednesday 25 May 2016

Momentum Terjadinya Jual Beli




   1.      Pengertan jual beli
istilah perjanjian jual beli berasal dari contact of sale perjanjian jual belidiatur dalam pasal 1457 s.d pasal 1450 KUH Perdata. Yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu persetujuan, dengan nama pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu kebendaan, dan pihak lainuntuk membayar harga yang dijanjikan (pasal 1457 KUH Perdata). Esensi dari definisi ini penyerahan benda dan pembayaran harga.
Definisi ini ada kesamaan dengan definisi yang tercantum dalam artikel 1493 NBW.
 Perjanjian jual beli adalah persetujuan dimana penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan kepada pembeli suatu barangsabagi milik dan menjaminya pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar harga yang di perjanjiakan.
Didalam hukum inggris, perjanjian jual beli atau contrak of  sale dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sale (actual sale) dan argement to sale, hal ini terlihat dalam section 1 ayat (3) dari  sale of goods act 1893. Sale adalah suatu perjanjian sekaligus dengan pemindahan hak milik (compeyance),  sedangankan agreement tousell adalah tidak lebih dari suatu koop overeenkomst (perjanjian jual beli) biasa menurut KUH Perdata.
Dalam hukum inggris diatas terlihat bahwa ada perbedaan prinsip antara sale dan agreement sale. Sale terdiri atas perjanjian jual dan pemindahan hak milik, agreement to sale belum tentu ada penyerahan hak milik.
2.      Momentum terjadinya perjanjian jual beli
Pada dasar nya, terjadinya perjanjian jual beli antara pihak penjuan dan pihak pembeli adalah pada saat terjadinya persesuaian kehendak dan pernyataan atanra mereka tentang barang dan harga, meskitpun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar lunas. Walaupun terjadinya persesuaian antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu menjadi pemilik pembeli, karena harid diikuti proses penyerahan benda.
Penyerahan inni tergantung pada jenis bendanya.
a.      Benda bergerak
Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata kunci atas benda tersebut.
b.      Piutang atas nama dan benda tak bertubuh.
Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan dengan sebuah akta autentik atau akta dibawah tangan.
c.      Benda tidak bergerak.
Untuk benda tidak bererak, penyerahan dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan, di kantor penyimpanan hipotek.
d.      Benda/barang yang sudah ditentukan

Benda yang sudah ditentukan dijual maka barang itu saat pembelian menjadi tanggung jawab si pembeli, walaupun barang itu belum diserahkan. Namun ketentuan itu telag dicabut dengan SEMA Nomor 3 tahun 196, sehingga ketentuan ini tidak  tidak dapat diterapkan secara tegas, namun penerapannya harus diperhatikan:  (1) tergantung pada letak dan tempat barang itu, dan (2) bergantung pada yang melakukan kesalahan atas pemusnahanya barang tersebut

Tuesday 24 May 2016

Makalah Harta Dan Hak Milik



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan
Diutusnya manusia di dunia ini guna mengemban amanah suci yaitu sebagai khalifah. Dan jelas bahwa ini semua memerlukan bekal yang cukup guna memenuhi kelangsungan hidupnya. Baik kebutuhan yang bersifat materi maupun non-materi. Sehingga ia tidak merasa kekurangan dan tidak pula tergantung kepada orang lain. Yang pada akhirnya ia akan merasa tenang beribadah kepada sang pencipta dalam menjalankan visi dan misinya sebagai khalifah dimuka bumi. Oleh karenanya, Allah menciptakan semua yang ada di atas bumi ini untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umat manusia. Pemberian status ini dilengkapi dengan pemberian pedoman atau petunjuk bagi mereka, agar bisa memperoleh keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.
Atas dasar ini, maka para ulama merumuskan bahwa tujuan umum syari’at Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia dengan memberikan perlindungan dan kecukupan bagi semua hal yang menjadi keniscayaan, kebutuhannya, dan kelengkapannya .Keniscayaan atau keperluan dasar manusia yang harus diwujudkan dan dijaga eksistensinya adalah agama (ad-dîn), akal (al-‘aql), jiwa (an-nafs), kehormatan (al-‘irdh), dan harta benda (al-mâl).

B.     Rumusan Masalah
1.         definisi harta
2.         klasifikasi harta
3.         hak cipta dalam perspektif hukum Islam
4.         harta dalam ekonomi Islam
5.         hak milik dalam ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Al-Mal (Harta)
Menurut Ibn al-Atsir kata Al-mal pada awalnya digunakan untuk arti emas atau perak, lalu pada perkembangannya digunakan untuk setiap sesuatu yang dimiliki meskipun bukan berupa emas atau perak. kata al-maal lebih sering digunakan oleh bangsa Arab untuk arti unta, karena unta sebagai harta yang paling banyak dimilki oleh bangsa arab saat itu.
Definisi kata al-mal menurut madhab hanafi adalah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan bisa dimiliki dan dikuasai. Jadi menurut madhab hanafi sesuatu bisa dikatakan sebagai harta jika telah memiliki dua asas, yaitu:
1.      bisa dimiliki dan dikuasai,
2.      bisa dimanfaatkan.Definisi kata al-mal menurut ibn abidin adalah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia yang bisa dimiliki dan disimpan sampai saat dibutuhkan. Tetapi definisi ini dibantah oleh Wahbah zuhaili dengan alasan definisi ibn abidin tidak komprehensif karena ada barang yang termasuk harta tapi tidak bisa disimpan lama seperti sayuran.
Sedangkan menurut jumhur ulama kata al-mal adalah sesuatu yang mempunyai nilai untuk dijual dan nilai harta itu akan terus ada kecuali kalau semua orang telah meninggalkannya (tidak berguna lagi bagi manusia) yang mana diwajibkan untuk menggantinya bila merusakannya atau menghilangkannya.
Dari kedua definisi ini bisa disimpulkan bahwa madhab Hanafi tidak mengakui eksistensi manfaat sebagai harta, tetapi sebagai hak milik karena tidak ada bentuk nyatanya. Sedangkan jumhur ulama mengakui eksistensi manfaat sebagai harta karena tujuan utama seseorang memiliki suatu harta adalah manfaatnya bukan dzatnya. Oleh karena itu dalam madhab Hanafi akad sewa bisa selesai atau berhenti sebab wafatnya pihak penyewa (musta`jir) meskipun masa sewa belum habis dengan dalih bahwa manfaat itu bukan termasuk harta sehingga tidak bisa diwariskan kepada ahli waris. Berbeda dengan jumhur ulama yang berpendapat bahwa wafatnya musta`jir tidak bisa menghentikan akad sewa tetapi bisa terus berlanjut sampai masa sewa habis dengan alasan bahwa manfaat itu adalah termasuk harta sehingga bisa diwariskan.

B.     Klasifikasi Al-Mal Menurut Fuqoha
Ulama mengklasifikasikan al-mal beradasarkan empat kategori :
1.      berdasarkan boleh atau tidaknya penggunaan menurut syariat, al-mal dibagi menjadi dua:
a.       harta yang bernilai (mal mutaqowwim) yaitu semua harta yang diperbolehkan penggunaannya menurut syariat, seperti makanan dan minuman yang halal.
b.      Harta yang tidak bernilai (mal ghoiru mutaqowwim) yaitu semua harta yang tidak diperbolehkan penggunaannya menurut syariat kecuali dalam keadaan darurat, seperti babi dan minuman keras.
Manfaat pengklasifikasian al-mal beradasarkan kategori ini adalah :
•           untuk mengetahui apakah suatu harta itu boleh diajadikan obyek dari suatu transaksi atau tidak. Jika suatu barang itu termasuk kategori harta yang bernilai maka boleh dijadikan sebagai obyek dari suatu transaksi. Dan sebaliknya jika termasuk kategori Harta yang tidak bernilai maka tidak diperbolehkan untuk dijadikan sebagai obyek dari suatu transaksi.
•           Untuk mengetahui apakah suatu harta jika dirusakkan atau dimusnahkan itu wajib untuk diganti atau tidak. Jika suatu barang itu termasuk kategori harta yang bernilai maka wajib diganti jika dirusakkan atau dimusnahkan. Dan sebaliknya jika termasuk kategori Harta yang tidak bernilai maka tidak diwajibkan untuk menggantinya jika dirusakkan atau dimusnahkan.
Dari pengklasifikasian berdasarkan kategori ini bisa disimpulkan bahwa ulama membedakan antara materi dan nilai. Materi bisa terwujud hanya ketika seluruh manusia atau sebagaian di antara mereka menggunakannya sebagai materi. Tetapi nilai hanya berlaku bila dibolehkan oleh ajaran syariat. Minuman keras, bangkai, babi adalah harta atau materi, tetapi tidak bisa dikatakan sebagai barang bernilai
2.      berdasarkan tetap atau tidaknya suatu harta pada tempatnya, al-mal dibagi menjadi dua:
a.       harta tidak bergerak (`aqor), yaitu harta yang tidak bisa dipindahkan dari tempat asalnya ke tempat lain, Seperti rumah dan tanah.
b.      Harta bergerak (mal manqul), yaitu harta yang bisa dipindahkan dari tempat asalnya ke tempat lain, seperti hewan dan pakaian.
Manfaat pengklasifikasian al-mal beradasarkan kategori ini adalah :
•           Untuk mengetahui apakah suatu harta itu bisa diwakafkan atau tidak. Menurut madhab Hanafi diperbolehkan mewakafkan harta yang tetap, sedangkan harta yang tidak tetap maka tidak diperbolehkan untuk diwakafkan.
•           Untuk mengetahui apakah suatu harta itu boleh dijual sebelum diserahterimakan oleh penjual ke pembeli atau tidak. Menurut madhab Hanafi diperbolehkan menjual harta yang tetap meskipun belum diterima oleh pembeli, sedangkan harta yang tidak tetap maka tidak diperbolehkan untuk dijual sebelum diterima oleh pembeli.
3.      berdasarkan sama atau tidaknya individu dan partikel suatu harta dengan harta lain, al-mal dibagi menjadi dua:
a.       mal mitsliy
yaitu harta yang mempunyai kesamaan dengan harta lain, baik dalam segi individual maupun partikelnya tanpa ada perbedaan berarti yang bisa mempengaruhi perbedaan nilai dalam transaksi. Seperti contoh: tepung, kain, mobil.
b.      Mal qimiy, yaitu yaitu harta yang tidak mempunyai kesamaan dengan harta lain, baik dalam segi individual maupun partikelnya. atau mempunyai kesamaan tapi dengan adanya perbedaan yang bisa mempengaruhi perbedaan nilai dalam transaksi. Seperti contoh: hewan, tanah, tanaman.
Manfaat pengklasifikasian harta berdasarkan kategori ini adalah:
•           Untuk mengetahui ganti rugi yang harus ditanggung oleh seseorang yang menghilangkan atau merusakkan suatu harta. Jika harta yang dihilangkan adalah termasuk jenis mal mitsliy maka dia harus mengganti harta tersebut dengan harta yang sama persis. Tetapi jika harta yang dihilangkan atau dimusnahkan itu termasuk mal qimiy maka dia harus mengganti dengan nilai dari harta tersebut.
•           Untuk mengetahui boleh atau tidaknya pembagian suatu harta yang dimiliki bersama ketika salah satu pemilik tidak hadir dan tanpa persetujuannya. Jika harta tersebut termasuk jenis mal mitsli maka diperbolehkan membagi harta milik bersama meskipun tanpa kehadiran salah satu pemiliknya dan tanpa izin darinya. Sedangkan jika harta tersebut termasuk jenis mal qimiy maka tidak diperbolehkan untuk membagi harta milik bersama tanpa kehadiran salah satu pemiliknya dan tanpa izin darinya.
4.      berdasarkan berkurang atau tidaknya dzat suatu harta setelah pemakaian, al-mal dibagi menjadi dua:
a.       mal istihlakiy: yaitu harta yang berkurang dzatnya setelah penggunaan. Seperti makanan, minuman, minyak.
b.      Mal isti`maliy: yaitu harta yang tidak berkurang dzatnya setelah penggunaan, seperti baju, tikar, buku.
Manfaat dari pengklasifikasian harta berdasarkan kategori ini adalah untuk bisa mengetahui harta apakah yang boleh dijadikan obyek dari transaksi yang hanya berorientasi pada penggunaan. Harta yang termasuk dalam kategori Mal isti`maliy boleh dijadikan obyek dari transaksi yang hanya berorientasi pada penggunaan, seperti pada transaksi penyewaan dan peminjaman. Sedangkan harta yang termasuk dalam kategori mal istihlakiy tidak boleh dijadikan obyek dari transaksi yang hanya berorientasi pada penggunaan. Dan dalam transaksi yang tidak hanya berorientasi pada penggunaan saja seperti transaksi jual beli, maka harta yang termasuk kategori mal istihlakiy maupun mal isti`maliy boleh dijadikan obyek dalam transaksi tersebut.

C.    Hak Cipta Dalam Perspektif Hukum Islam
Definisi hak cipta menurut undang-undang nomer 19 tahun 2002 tentang hak cipta: Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan definisi hak kekayaan intelektual menurut fatwa MUI no1/Munas/MUI/15/2005 adalah kekayaan yang timbul dari hasil pikir otak yang menghasilkan sebuah produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Mengingat tidak ada nash yang secara eksplisit yang membahas hak cipta, maka menurut Wahbah zuhaili pembahasan tentang hak cipta menggunakan dalil maslahah mursalah yaitu bahwa setiap sesuatu atau tindakan yang sesuai dengan tujuan syariat Islam, dan mempunyai nilai mendatangkan kebaikan dan menghilangkan kerusakan, namun tidak mempunyai dalil eksplisit, hukumnya harus dijalankan dan ditegakkan. Kemaslahatan tersebut bisa dilihat dari beberapa aspek, diantaranya Pencipta atau penemu temuan baru tersebut telah membelanjakan begitu besar waktu, biaya dan fikirannya untuk menemukan suatu temuan baru, maka sudah selayaknya dilindungi temuannya tersebut.
Dalam uraian mengenai definisi harta pada bab sebelumnya bisa diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan ulama tentang harta. Menurut jumhur ulama hak dan manfaat dari suatu barang termasuk kategori harta. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, hak dan manfaat tidak termasuk harta. Para ulama kontemporer seperti Wahbah zuhaili berpendapat bahwa hak milik termasuk harta, oleh karenanya hak cipta dilindungi oleh syariat. Pendapat ini merujuk pada definisi harta menurut jumhur ulama. Konsekwensi hukum atas pengakuan hak milik sebagai harta adalah:
1.      hak cipta adalah termasuk hak milik pribadi, dengan demikian maka syariat melindungi hak cipta dari segala tindakan yang melanggarnya.
2.      pemilik hak cipta diperbolehkan untuk mentasarufkan haknya, seperti menjualnya atau memberikan hak cetak kepada penerbit tertentu.
3.      hak cipta dimiliki oleh penciptanya atau penemunya, dan dapat diwariskan kepada ahli warisnya jika sang pemilik wafat.
4.      perbuatan mencetak, memperbanyak, menterjemah karya tulis tanpa seizin pemiliknya adalah perbuatan yang dilarang oleh syariat.
Pendapat ini juga diamini oleh fatwa MUI no1/Munas/MUI/15/2005 bahwa hak kekayaan intelektual dalam Islam termasuk hak kekayaan yang mendapat perlindungan hukum sebagaimana harta.


D.    Harta Dalam Ekonomi Islam
Diantara tabiat manusia adalah keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dan untuk memenuhi kebutuhan itu tentu saja dibutuhkan harta yang bisa didapatkan dengan usaha-usaha tertentu. Oleh karena itu, Islam tidak melarang seseorang untuk memiliki harta. Islam juga tidak membatasi jumlah harta yang dapat dimilki oleh seseorang.
Islam memandang harta dengan acuan akidah, yakni dipertimbangkannya kesejahteraan manusia, alam, masyarakat dan hak milik. Pandangan demikian, bermula dari landasan iman kepada Allah, dan bahwa Dia-lah pengatur segala hal dan kuasa atas segalanya. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya karena hikmah Ilahiah. Hubungan manusia dengan lingkungannya diikat oleh berbagai kewajiban, sekaligus manusia juga mendapatkan berbagai hak secara adil dan seimbang. Kalau harta seluruhnya adalah milik Allah, maka tangan manusia hanyalah tangan suruhan untuk jadi khalifah. Maksudnya manusia adalah khalifah-khalifah Allah dalam mempergunakan dan mengatur harta itu.
Ada tiga asas pokok tentang harta dalam ekonomi Islam, yaitu:
1.      Allah Maha Pencipta, bahwa kita yakin semua yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah.
2.      Allah adalah pemilik semua harta yang sesungguhnya dan mutlak  seperti yang tercantum dalam firman Allah Q.S. Al-Ma’idah (5/120)

artinya: “langit dan bumi beserta apa yang ada didalamnya adalah milik Allah”.
Kita sebagai manusia hanya memperoleh titipan dan hak pakai saja sedangkan manusia sebagai khalifah di bumi hanya sebagai wakil dari Allah dalam menggunakan harta. Oleh karena itu dalam penggunaan harta, manusia harus mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. sebagaimana seorang wakil dalam hukum muamalah harus mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh muwakkil (yang mewakilkan).
3.      Iman kepada hari Akhir. Hari Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan terhadap dosa dan pahala yang kita perbuat selama mengurus harta di dunia ini. Kita akan ditanya darimana harta diperoleh dan untuk apa ia digunakan, semua harus dipertanggungjawabkan. Allah SWT berfirman Q.S Al-Baqarah : 29

Artinya : “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S Al-Baqarah : 29)
Dan semua apa-apa yang diciptakan Allah ta’ala di alam ini untuk manusia merupakan rahmat dari-Nya yang diberikan kepada segenap umat manusia, sebagaimana firman-Nya :

”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir” [Q.S. Al-Jaatsiyyah : 13].
Islam tidak memandang rendah harta kekayaan dan juga tidak memandangnya sebagai penghalang untuk mencari derajat yang tertinggi dan taqarrub ke pada Allah, tetapi harta dianggap sebagai salah satu nikmat yang dianugerahkan oleh Allah kepada umat manusia dan wajib disyukuri. Bahkan dalam Al-Quran penyebutan harta seringkali menggunakan kata “khair” yang berarti baik. Harta juga disebut dalam Al-Quran sebagai perhiasan dunia, yaitu sebagai bekal bagi manusia untuk menjalani kehidupannya di dunia. Jadi, manusia tidak perlu menghindari harta karena bukan selamanya harta itu bencana bagi pemiliknya. Di sisi lain, harta bukanlah sebagai alat untuk bersenang-senang semata. Namun harta juga merupakan ujian kenikmatan dari Allah.
Syariat Islam menganjurkan manusia untuk berusaha mendapatkan harta yang halal dengan usaha yang halal juga, dan sebaliknya melarang harta yang haram yang diperoleh dari usaha yang haram. Bahkan suatu usaha untuk mendapatkan harta yang halal itu dianggap sebagai salah satu bentuk ibadah dan akan diberi pahala serta ampunan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yang memakan harta yang haram. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya”. [HR Ahmad dan Ad Darimi].
Islam juga mengatur pemerataan ekonomi dalam semua tingkatan ekonomi, dengan diwajibkannya zakat bagi orang-orang yang telah memiliki harta yang telah melampaui nishab. Tidak hanya berhenti sampai disini, tapi islam juga menganjurkan shadaqah, infaq, wakaf bagi orang-orang yang mempunyai harta yang lebih meskipun belum mencapai nishab. Semua ini bertujuan agar harta tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, tetapi orang-orang fakir miskin juga bisa memiliki harta untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

E.     Hak Milik Dalam Ekonomi Islam
Hak milik adalah wewenang yang diberikan oleh syariat kepada individu maupun publik untuk menggunakan atau memanfaatkan suatu harta tertentu. Dalam ekonomi Islam, hak milik dibagi menjadi dua: hak milik pribadi, dan hak milik publik. Inti dari sistem ekonomi kapitalis adalah pengakuan atas hak milik pribadi dan tidak mengakui hak milik publik (umum), tetapi menganggapnya hanya sebagai pengecualian. Dalam sistem ini, setiap individu mendapatkan kebebasan sebebas-bebasnya dalam menggunakan harta pribadinya tanpa adanya suatu aturan, bahkan negara tidak mempunyai hak untuk mengintervensi hak milik ini. Sebaliknya, dalam sistem ekonomi sosialis hak milik pribadi hanyalah sebagai pengecualian, dan yang diakui hanyalah hak milik publik. Dengan demikin, seseorang tidak berhak untuk memiliki harta, pemilik harta adalah negara. Tak satupun dari kedua sistem ini yang berhasil menempatkan individu selaras dalam suatu mosaik sosial.
Berbeda dengan dua sistem ekonomi tersebut, Islam mengakui kedua konsep hak milik secara bersamaan. Dalam artian, Islam tidak hanya mengakui hak milik individu saja, tetapi juga mengakui hak milik publik. Pengakuan atas hak milik pribadi ini tentu saja tidak dibebaskan sebebas-bebasnya tanpa aturan seperti halnya dalam sistem ekonomi kapitalis, tapi Islam memberikan aturan main dalam hal usaha untuk mendapatkan harta dan juga dalam penggunaan harta. Islam tidak hanya mengakui hak milik individu, tapi juga melindungi hak milik individu dari siapa saja yang ingin merebutnya. Bahkan, pemerintah tidak boleh merebut ataupun mencabut hak tersebut dari pemiliknya. Dan jika pemerintah ingin menguasai hak milik ini karena adanya suatu maslahat umum di dalamnya, maka harus menggantinya dengan nilai yang sesuai.

F.     Hak Milik Pribadi
Definisi hak milik pribadi dalam ekonomi islam adalah suatu hukum syariat atas suatu barang atau manfaat yang memberikan hak kepada orang yang dinisbatkan kepadanya untuk menggunakan barang atau manfaat tersebut. Dari definisi ini bisa kita tarik kesimpulan bahwa timbulnya hak milik bukan dari dzatnya suatu barang, melainkan timbul karena izin Syari` (Allah). faktor yang dapat menyebabkan timbulnya hak milik pribadi adalah:
1.    pertanian dan menggarap tanah yang tidak ada pemiliknya (ihyaul mawat).
2.    Pekerjaan
3.    transaksi yang dapat memindahkan hak milik, seperti: jual beli, dan hibah.
4.    warisan dan wasiat
5.    mengumpulkan barang-barang halal yang tidak bertuan, seperti mengambil kayu bakar di hutan, mengumpulkan air sungai, dan menangkap ikan di laut.
6.    keputusan hakim terhadap perubahan status kepemilikan umum menjadi hak milik pribadi.
7.    zakat dan nafkah.

Menurut Abdul Manan, ada 8 ketentuan syariat yang mengatur hak milik pribadi:
1.      Proses kepemilikan harus didapatkan melalui cara yang legal menurut syariat Islam.
2.      Penggunaan benda-benda milik pribadi tidak boleh berdampak negatif/ mudharat pada orang lain.
3.      penggunaan yang berfaidah.
4.      pembayaran zakat sebanding dengan harta yang dimiliki
5.      penggunaan yang berimbang, tidak terlalu boros dan juga tidak bakhil.
6.      pemanfaatan sesuai hak
7.      pemanfaatan kekayaan secara terus menerus
8.      penerapan hukum waris yang tepat dalam islam

G.    Hak Milik Umum
Hak milik umum adalah hukum syar`I yang terkandung dalam suatu barang atau kegunaan yang menuntut adanya kesempatan seluruh manusia secara umum atau salah seorang diantara mereka untuk memanfaatkan dan menggunakan dengan jalan penguasaan. Menurut Al-Kailani hak milik umum ini sama saja dengan hak milik negara. Berbeda dengan Zallum yang membedakan antara hak milik umum dan hak milik negara meskipun keduanya dikelola oleh negara. Menurutnya, hak milik umum pada dasarnya tidak boleh diberikan oleh negara kepada siapapun, meskipun negara dapat membolehkan kepada orang untuk mengambil dan memanfaatkannya, seperti: air, tambang, padang rumput. Sedangkan dalam hak milik negara, negara berhak untuk memberikan hak tersebut kepada siapapun yang dikehendaki sesuai dengan kebijakan negara, seperti: tanah tak bertuan, padang pasir, gunung.
Sumber-sumber hak milik umum berkisar pada: wakaf, tanah hima (tanah tak bertuan yang diputuskan oleh negara penggunaanya bagi masyarakat umum), barang tambang , kebutuhan primer seperti air dan rumput, zakat, pajak, seperlima harta rampasan perang, dan lain-lain.
Seperti halnya dalam hak milik pribadi, hak milik umum juga terdapat di dalamnya aturan main dalam penggunaannya. Dan aturan inti yang harus ditepati adalah penggunaan hak milik umum tidak boleh merugikan pihak lain yang juga berhak atas hak ini, dan juga tidak boleh melanggar maslahat umum. Negara sebagai pengelola hak milik umum tidak boleh memperluas cakupan hak milik umum yang telah ditetapkan oleh syariat, semisal negara tidak boleh memperluas hak milik umum yang berasal dari zakat untuk selain 8 golongan yang telah ditentukan oleh syariat. Di sisi lain, negara diperbolehkan untuk memperluas atau mempersempit cakupan hak ini sesuai dengan maslahat umum. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika mengkhususkan padang rumput yang tak bertuan untuk kuda-kuda tentara.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Harta adalah setiap sesuatu yang bisa dimiliki dan dikuasai yang memiliki nilai jual. Harta merupakan titipan yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai bekal untuk mengarungi kehidupan di dunia. Pemilik sesungguhnya dari setiap harta adalah Allah, sedangkan manusia hanyalah sebagai khalifah (wakil). Oleh karena itu dalam penggunaannya harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Semua aturan dalam penggunaan harta kembali kepada terjaganya maslahat.
Islam tidak memandang harta sebagai sesuatu yang hina, tapi harta dianggap sebagai perhiasan dunia yang wajib disyukuri. Disisi lain, harta juga sebagai salah satu bentuk ujian yang diberikan kepada manusia, apakah dengan harta yang dimilikinya seseorang semakin dekat kepada Allah ataukah malah semakin terlena dan lupa atas kewajibannaya kepada Allah.
Islam mengakui hak milik pribadi dan juga hak milik umum secara bersamaan. Dengan ini, kedua hak milik ini mempunyai cakupannya maing-masing. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang hanya mengakui hak milik pribadi dan menganggapnya sebagai dasar. Dan juga berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang hanya mengakui hak milik umum dan menganggapnya sebagai dasar.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Abdul husain at-tariqi, ekonomi Islam prinsip, dasar, dan tujuan, ter. Muhammad Irfan, cet. Pertama (Yogyakarta: magistra insania press: 2004)
Abdul Manan, teori dan praktik ekonomi Islam,(Yogyakarta: PT.dana bakti wakaf: 2003)
Ahmad Muhammad al-`assal, al-nidlam al-iqtishadi fi al-Islam mabadiuhu wa ahdafuhu, cet. Pertama (Kairo: maktabah wahbah: 1977)
Ali Abdu al-rasul, al-mabadi` al-iqtishadiyyah fi al-islam
Ibrahim fuad Ahmad, al-mawarid al-maliyyah fi al-islam, cet. ketiga (Kairo:maktabah al-anjlo al-misriyyah:1972)
Ibn Abidin, raddu al-mukhtar ala durari al-mukhtar syark tanwir al-abshar, cet.khusus (Riyadl: dar alam al-kutub: 2003)
Ibn Mandlur, Lisan al-arob, cet. Pertama (Beirut: Dar shadir: tt)
M.sholahuddin, asas-asas ekonomi Islam, cet. Pertama (Jakarta: raja grafindo persada: 2007)
Syafrinaldi, perbandingan hak cipta dalam konsep kapitalis dan hak milik dalam pandangan islam (jurnal hukum islam: volume 8: no.2:Desember: 2008)
Taqyuddin al-Nabhani, al-nidlom al-iqtshadi fi al-islam, cet. Keenam (Beirut: dar al-ummah: 2004)
Wahbah Zuhaili, fiqih islami wa adillatuhu, cet.kedua (Beirut: Dar al-fikr: 1985 )
Wahbah zuhaili, al-muamalah al-maliyah al-muashiroh, cet. Ketiga (Beirut, Dar al-fikr, 2006)


Upacara Adat Perkawinan Aceh



1.    Tahapan melamar (Ba Ranup)
Ba Ranup (ba-membawa ranup-sirih) merupakan suatu tradisi turun temurun yang tidak asing lagi dilakukan dimana pun oleh masyarakat Aceh, saat seorang pria melamar seorang perempuan. Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang dirasa bijak dalam berbicara (disebut seulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika seulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlebih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu.
Pada hari yang telah disepakati datanglah rombongan orang-orang yang dituakan dari pihak pria ke rumah orangtua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya. Setelah acara lamaran selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.
2.    Tahapan Pertunangan (Jak ba Tanda)
Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan peukong haba (peukong-perkuat, haba-pembicaraan) yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar yang diterima (disebut jeulamee) yang diminta dan berapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jak ba tanda jak-pergi, ba-membawa tanda-tanda,artina berupa pertanda sudah dipinang-cincin).
Pada acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng (ketan berwarna kuning) dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus di tengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat.

3.    Pesta Pelaminan
Sebelum pesta perkawinan dilangsungkan, tiga hari tiga malam diadakan upacara meugaca atau boh gaca (memakai inai) bagi pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. adat ini kuat dipengaruhi oleh india dan arab. namun sekarang adat tersebut telah bergeser menjadi pengantin perempuan saja yg menggunakan inai.
Kemudian dilakukan persiapan untuk ijab kabul. Dahulu ijab kabul dapat dilakukan di KUA atau di meunasah musala dekat rumah tanpa dihadiri pengantin wanita. namun sekarang berkembang dengan ijab kabul yg dilakukan di Mesjid-Mesjid besar terutama di Mesjid Raya Baiturrahman, yang dihari kedua mempelai berserta keluarga dan undangannya. Ijab Kabul pengantin pria kepada wanita dihadiri oleh wali nikah, penghulu, saksi dan pihak keluarga.
Biasanya lafaznya berupa bahasa aceh "ulon tuan peunikah, aneuk lon(apabila ayah perempuan yg mengucapkan)....(nama pengantin perempuan) ngon gata(nama pengantin laki-laki) ngon meuh...(jumlah mahar yang telah disepakati) mayam "
Jawabannya ulon tuan terimong nikah ngon kawen.. (nama pengantin)ngon meuh.. (jumlah mahar yang telah disepakati) mayam, tunai " Ada beberapa lafaz yang berbeda, disesuaikan dengan kesepakatan dan adat setempat.
Pesta pelamina dilakukan setelah melangsungkan ijab kabul antara sang calon pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan, Baik dilakukan pada hari yang sama maupun pada lain hari, yaitu disebut juga acara tueng linto baro. pesta pelaminan ini bertujuan selain merayakan kebahagian juga untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada seluruh kaum kerabat.
4.    Tueng Lintoe Baroe
            Tueng Linto baroe (tueng-menerima, linto-laki-laki, baroe-baru) yaitu menerima pengantin pria adalah yaitu menerima pengantin laki-laki oleh pihak perempuan, penerimaan secara hukum adat atau dalam tradisi Aceh. Pengantin laki-laki datang ke pesta beserta rombogan (keluarga & kerabat). Rombongan disuguhkan hidangan khusus disebut idang bu bisan (idang-hidangan, bu-nasi bisan-besan). Setelah selesai makan, maka rombongan linto baro minta izin pulang kerumahnya, sedangkan pengantin pria tetap tinggal untuk disanding dipelaminan hingga acara selesai.

5.    Tueng Dara Baroe
            Tueng dara baroe adalah suatu hal yang dilakukan oleh pihak laki-laki dengan kata lain adalah penjemputan secara hukum adat atau dalam tradisi Aceh. Acara ini sama dengan yang diatas namun pihak perempuan yang pergi ke acara pihak laki-laki.

6.    Mahar (Jeulamee)
Dalam adat istiadat Ureung Aceh, hanya dikenal mahar berupa emas dan uang. Mahar ditiap aceh berbeda. Dibagian Barat Aceh mahar berupa emas yang diberikan sesuai kesepakatan, biasanya berjumlah antara belasan sampai puluhan mayam. Sedangkan didaerah Timur, mahar yang diajukan dibawah belasan tapi menggunakan uang tambahan yaitu disebut "peng angoh" (peng-uang, angoh-hangus), hal ini dilakukan untuk membantu pihak perempuan untuk menyelenggarkan pesta dan membeli isi kamar. Mahar biasanya ditetapkan oleh pihak perempuan dan biasanya kakak beradik memiliki mahar yang terus naik atau minimal sama. Namun semua hal tentang mahar ini dapat berubah-ubah sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

7.    Idang & Peuneuwoe
            Idang (hidang) danPeunuwo atau pemulang adalah hidangan yang diberikan dari pihak pengantin kepada pihak yang satunya. Biasanya pada saat Intat linto baro(mengantar pengantin pria), rombongan membawa Idang untuk pengantin wanita berupa pakaian, kebutuhan dan peralatan sehari-hari untuk calon istri. dan pada saat Intat dara baro (mengantar pengantin wanita), rombongan akan membawa kembali talam yg tadinya diisi dgn barang-barang tersebut dgn makananan khas aceh seperti bolu, kue boi, kue karah , wajeb, dan sebagainya, sebanyak talam yang diberikan atau boleh kurang dengan jumlah ganjil.
Adat membawa-bawa baik barang ataupun kue dalam adat Aceh sangatlah kental apalagi dalam sebuah keluarga baru. Saat pengantin baru merayakan puasa pertama atau lebaran pertama dan pergi kerumah salah satu kerabatnya untuk pertama kali maka wajiblah dia membawa makanan. Dan adat ini terus berlangsung hingga sang istri punya anak, yakni mertua membawa makanan dan sang istri membalasnya.

8.    Peusijuek
            Peusijuek (pendingin) adalah adat istiadat aceh dari India juga, namun sudah beradaptasi dengan budaya Islam. Peusijuek dilakukan untuk memberi semangat, doa dan restu kepada orang yg dituju. pada pernikahan maka kedua belah pihak keluarga akan melakukan Peusijuek ditiap kesempatan. biasanya sebelum dan setelah ija kabul, ketika dipelaminan di kedua acara. Peusijuek adalah salah satu tradisi Aceh yang dilakukan pada kegiatan apapun seperti naik haji, mempergunakan barang baru seperti rumah atau kendaraan, bayi yang turun tanah, ibu yang hamil dan sebagainya.
Adat diatas adalah adat yg biasanya dilakukan suku aceh. Hal ini suatu tradisi atau kebiasaan yang tidak pernah hilang di dalam kultur budaya Pidie, Aceh Besar,Bireuen dan sekitarnya. Untuk daerah timur dan sekitarnya yaitu untuk suku-suku lainnya, mungkin ada beberapa penambahan dan pengurangan

Bentuk-Bentuk Perkawinan




Pengertian perkawinan menurut peraturan perundang- undangan menurut pasal 1 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.   
Sedangkan di dalam ketentuan pasal-pasal KUHPerdata, tidak memberikan pengertian perkawinan itu. Tetapi menyatakan bahwa perkawinan adalah suatu 'perikatan' (verbindtenis). Dalam hal ini marilah kita lihat kemabali dalam pada pasal 26 KUH Perdata. Jadi Kitab Undang-undang Hukum Perdata memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. Hal ini berarti bahwa undang-undang hanya mengakui perkawinan perdata sebagai perkawinan yang sah, berarti perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedang syarat-syarat serta peraturan agama tidak diperhatikan atau dikesampingkan.

Bentuk-bentuk Perkawinan
Pada dasarnya, bentuk-bentuk perkawinan dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a.      Dilihat dari segi jumlah suami atau isteri
Ditinjau dari segi jumlah suami atau isteri, maka bentuk perkawinan terdiri atas:
1)        Perkawinan Monogami ialah perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita. Bentuk perkawinan ini paling ideal dan sesuai dengan ajaran agama serta Undang-Undang Perkawinan.
2)        Perkawinan Poligami ialah perkawinan antara seorang pria dengan lebih dari satu wanita ataupun perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari satu pria. Dengan demikian, bentuk perkawinan ini dapat dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu:
a)     Poligini, yaitu perkawinan antara seorang pria dengan lebih dari satu wanita.
b)     Poliandri, yaitu perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari satu pria. Misalnya pada orang Eskimo, orang Markesas di Oceania, orang Philipina di Pulau Palawan dan sebagainya.
b.      Dilihat dari segi asal suami-isteri
Apabila ditinjau dari segi asal suami-isteri, maka bentuk perkawinan terdiri atas:
1)      Perkawinan Eksogami ialah perkawinan antara pria dan wanita yang berlainan suku dan ras. Misalnya: masyarakat di Tapanuli, Minangkabau dan Sumatera Selatan.
2)      Perkawinan Endogami ialah perkawinan antara pria dan wanita yang berasal dari suku dan ras yang sama. Misalnya: masyarakat Toraja.
3)      Perkawinan Homogami ialah perkawinan antara pria dan wanita dari lapisan sosial yang sama. Misalnya: orang kaya cenderung kawin dengan anak orang kaya pula, suku Batak cenderung kawin dengan anak dari keluarga Batak pula, dan sebagainya.
4)      Perkawinan Heterogami ialah perkawinan antara pria dan wanita dari lapisan sosial yang berlainan. Misalnya: orang keturunan bangsawan menikah dengan orang biasa, orang Batak menikah dengan orang Sunda.
Disamping bentuk-bentuk perkawinan di atas, terdapat pula bentuk-bentuk perkawinan lainnya, yaitu:
a.      Perkawinan Cross Cousin
Ialah perkawinan antara saudara sepupu, yakni anak saudara laki-laki ibu (anak paman) atau anak dari saudara perempuan ayah. Misalnya: di daerah Batak (pariban), dan sebagainya.
b.      Perkawinan Parallel Cousin
Ialah perkawinan antara anak-anak dari ayah mereka bersaudara atau ibu mereka bersaudara.
c.       Perkawinan Eleutherogami

Ialah seseorang bebas untuk memilih jodohnya dalam per­kawinan, baik itu dari klen sendiri maupun dari klen lainnya. Misalnya: pada masyarakat di Jawa, Sumatera Timur, Kali­mantan, Minahasa, Ternate, Bali dan sebagainya.

Sunday 22 May 2016

ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM PERDATA


Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dariburgerlijkrecht pada masa penduduka jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrechtdan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:
“aturan-aturan atau  norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:

     1  .       Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

     2.       Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)

Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
   1.       Manusia
Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.

     2.       Badan hukum
Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.
Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
    1.       Hubungan keluarga
Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.
    2.       Pergaulan masyarakat
Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.

                Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya yaitu:
      1.       Adanya kaidah hukum
      2.       Mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.

     3.       Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa.[1]

    

        

Pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika.


Pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap dan pennyalah gunaan narkotika sebagai suatu tindakan yang di kriminalisasikan memgingat bahaya yang di timbulkan terutama dikalangan generasi muda termasuk juga prekursor narkotika harus dicega oleh undang undang no 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, BNN adalah suatu lembaga pemerintah non kementrian yang berkedudukan dibawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. 
Dibentuknya badan ini mengingat bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika atau prekursor narkotika, yang dinilai saat ini sangat mendesak dan oleh pemerintah menetapkan bangsa ini dalam darurat narkoba.
BNN berkedudukan di ibukota negara wilayah kerjanya di seluruh wilayah indonesia dan mempunyai perwakilan di daerah provinsi, kabupaten/kota.
Tugas dan wewenang BNN
Yang menjadi tugas BNN menurut pasal 70 undang undang 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
Dalam melaksanaan penyelidikan penyidik BNN berwenang melakukan berbagai hal sebagai mana yang dimaksud oleh ketentuan pasal 75 undang undang 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
   1.       Penyidik BNN berwenag melakukan penyadapan dalam penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Setelah mendapat bukti permulaan yang cukup.
   2.       Melakukan teknik penyelundukan dengan pembelian terselubung dengan pengendalian dibawah pengawasan
   3.       Peyidik perwenang malakukan test urine, darah, test rambut.

Tindakan pidana narkotika kata tindak pidana berarti suatu perbuatan dimana pelakunya dapat dikenakan hukuman yang berupa pidan tindak pidana yang berkaitan dengan nerkotika ini adalah penyalah gunaan dan peredaran gelap dari barang barang tersebut.

Adapun perbuatan perbuatan yang di kualifikasi senagi tindak pidana oleh undanng undang narkotika adalah: mengexspor, mengimport, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, menggunakan tanpa pengendalian dibawah pengawasan yang ketat dari pihak pihak berwenang.

Prekursor Narkotika


Banyak kita jumpai berbagi istilah yang bukan saja istilah narkotika tetapi juga ada istilah prekursor narkotika. Yang dimaksud dengan narkotika adah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebapkan penurunan atau perubahan kesadaran hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan ranya nyeri dan dapat minimbulkan ketergantungan dan narkotika ini dapat dibedakan dalam berbagai golongan seperti yang terlampir dalan undang undang no 35 tahun 2009 Tentang Narkotika,

Prekursor narkotika adalah zat atau formula atau bahan kima yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika yang dapat dibedakan dalam dalam timbulnya undang undang no 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
Apa yang menjadi dasar asas dan tujuan dalam undang undang 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
Yang menjadi asas asasnya
   1.       Asas kedaulatan
   2.       Asas Penganyoman kemanusiaan
   3.       Asas Ketertiban
   4.       Asas Perlindungan
   5.       Asas Keamanan
   6.       Asas Nilai nilai kimia kepastian hukum

Tujuan undang undang 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
   1.       Untuk menjamin ketersediaan narkotika, untuk pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan tekknologi
   2.       Untuk mencegah dan melindungi dan menyelamatkan bangsa indonesia dari penyalah gunaan narkotika
   3.       Untuk pemberantasan peredaran gelap narkotika
   4.       Dan tuntuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah gunaan dan pecandu narkotika.

Pengaturan prekursor narkotika undang undang no 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
Dalam undang undang tersebut dicantumkannya prekursor narkotika yang bertujuan untuk
   1.       Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika
   2.       Untuk mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor narkotika
   3.       Untuk mencegah terjainya kebocoran dan penyimpangan prekursor narkotika
Dalam undang undang no 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan
Pasal 6 ayat (1)  : 1. Narkotika golongan satu adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi tang sangat tinggi mengakobatkan ketergantungan
2. narkotika yang berkhasiat pengobatan dan digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan yang menyebapkan ketergantungan

Thursday 19 May 2016

Pengertian dan Fungsi Hukum Perdata


Hukum perdata adalah hukum atau ketentuan yang mengatur hak-hak,kewajiban,serta kepentingan antar individu dalam masyarakat.Hukum perdata biasa dikenal dengan hukum privat.Hukum perdata biasa menangani kasus yang bersifat privat atau pribadi seperti  hukum keluarga, hukum harta kekayaan, hukum benda, hukum perikatan dan hukum waris.

Berikut ini beberapa pengertian hukum perdata menurut para ahli :

1. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
“Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.”
2. Ronald G. Salawane
“Hukum Perdata adalah seperangkat aturan-aturan yang mengatur orang atau badan hukum yang satu dengan orang atau badan hukum yang lain didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan dan memberikan sanksi yang keras atas pelanggaran yang dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.”
3. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
“Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.”
4. Sudikno Mertokusumo
“Hukum Perdata adalah hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yang lain didalam hubungan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.”
5. Prof. R. Soebekti, S.H.
“Hukum Perdata adalah semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.”


Hukum perdata dapat dibagi menjadi hukum perdata materil dan hukum perdata formil. Hukum perdata materil berkaitan dengan muatan atau materi yang diatur dalam hukum perdata itu sendiri, sedangkan hukum perdata formil adalah hukum yang berkaitan dengan proses perdata atau segala ketentuan yang mengatur mengenai bagaimana pelaksanaan penegakan hukum perdata itu sendiri, seperti melakukan gugatan di pengadilan. Hukum perdata formil juga dikenal dengan sebutan hukum acara perdata.Hukum acara formil memiliki fungsi untuk mempertahankan isi hukum acara materil.selain itu hukum perdata formil juga memiliki fungsi yaitu untuk mempertahankan hak dan kepentingan seseorang.
  
Tujuan Hukum perdata adalah memberikan perlindungan hukum untuk mencegah tindakan main hakim sendiri dan untuk menciptakan suasana yang tertib.Atau dengan kata lain tujuan hukum perdata adalah untuk mencapai suasan yang tertib hukum dimana seseorang mempertahankan haknya melalui lembaga peradilan sehingga tidak terjadi tindakan sewenang-wenang. 

Hukum perdata memiliki sifat yang memaksa dan mengatur.Dalam pengertian ini,disebut memaksa karena jika terjadi suatu proses acar perdata dipengadilan maka ketentuan tidak dapat dilanggar melainkan harus ditaati oleh para pihak (kalau tidak ditaati berakibat merugikan bagi pihak yang berperkara).Sedangkan bersifat mengatur,maksudnya semua tindakan dan perbuatan diatur didalam hukum,termasuk mengenai sanksi-sanksinya,dan dijadikan sebagai alat untuk menundukkan masyarakat. 

   Kitab Undang-undang Hukum Perdata(KUH Perdata) adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian, yaitu:
1.     Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
Membahas tentang:
·         Bab I    - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
·         Bab II   - Tentang akta-akta catatan sipil
·         Bab III  - Tentang tempat tinggal atau domisili
·         Bab IV  - Tentang perkawinan
·         Bab V   - Tentang hak dan kewajiban suami-istri
·         Bab V I - Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
·         Bab VII - Tentang perjanjian kawin
·         Bab VIII - Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau   selanjutnya
·         Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda
·         Bab X - Tentang pembubaran perkawinan
·         Bab XI -Tentang pisah meja dan ranjang
·         Bab XII -Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
·         Bab XIII -Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
·         Bab XIV -Tentang kekuasaan orang tua
·         Bab XIVA -Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
·         Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
·         Bab XVI - Tentang pendewasaan
·         Bab XVII - Tentang pengampuan
·         Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran

2.Buku 2 tentang Benda
Membahas tentang :
·         Bab I - Tentang barang dan pembagiannya
·         Bab II - Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya
·         Bab III - Tentang hak milik
·         Bab IV - Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
·         Bab V - Tentang kerja rodi
·         Bab VI - Tentang pengabdian pekarangan
·         Bab VII - Tentang hak numpang karang
·         Bab VIII - Tentang hak guna usaha (erfpacht)
·         Bab IX - Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan
·         Bab X - Tentang hak pakai hasil
·         Bab XI - Tentang hak pakai dan hak mendiami
·         Bab XII - Tentang pewarisan karena kematian
·         Bab XIII - Tentang surat wasiat
·         Bab XIV - Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
·         Bab XV - Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
·         Bab XVI - Tentang hal menerima dan menolak warisan
·         Bab XVII - Tentang pemisahan harta peninggalan
·         Bab XVIII - Tentang harta peninggalan yang tak terurus
·         Bab XIX - Tentang piutang dengan hak didahulukan
·         Bab XX - Tentang gadai
·         Bab XXI - Tentang hipotek

2.    Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
Membahas tentang :
·         Bab I - Tentang perikatan pada umumnya
·         Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
·         Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
·         Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
·         Bab V - Tentang jual-beli
·         Bab VI - Tentang tukar-menukar
·         Bab VII - Tentang sewa-menyewa
·         Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
·         Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
·         Bab IX - Tentang badan hukum
·         Bab X - Tentang penghibahan
·         Bab XI - Tentang penitipan barang
·         Bab XII - Tentang pinjam-pakai
·         Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
·         Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
·         Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan
·         Bab XVI - Tentang pemberian kuasa
·         Bab XVII - Tentang penanggung
·         Bab XVIII - Tentang perdamaian
3.     Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs
Membahas tentang :
·         Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya
·         Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan
·         Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
·         Bab IV - Tentang persangkaan
·         Bab V - Tentang pengakuan
·         Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim
·         Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya


Kesimpulan :
   Hukum perdata merupakan hukum yang menangani kasus perindividu/perorangan.Hukum perdata merupakan kebalikan dari hukum pidana.Hukum perdata menangani masalah-masalah yang lebih bersifat privat seperti hukum keluarga, hukum harta kekayaan, hukum benda, hukum perikatan dan hukum waris.Tujuan Hukum perdata adalah untuk menyelesaikan konflik antar individu berdasarkan hukum yang berjalan yang bertujuan pada satu titik yaitu perdamaian.Dalam ekonomi sendiri,hukum perdata sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai kasus yang berkaitan dengan materi.Misalnya pemindahan kepemilikan usaha dari satu pihak kepihak lain.Sering kali terjadi kesenjangan yang disebabkan oleh berbagai factor,misalnya salah satu pihak tidak memenuhi kesepakatan yang telah disepakati.Maka,Disinilah diperlukan peranan hukum perdata.KUH Perdata di bagi menjadi empat bagian,dimana disetiap bagian dipecah lagi menjadi beberapa bab dengan masing-masing pembahasan.
   

Wednesday 18 May 2016

Delik Penyertaan




Delik percobaan (poging)
Suatu percobaan tindak pidana yang di atur dalam pasal 53
Unsur unsur delik percobaan
1.      Niat (voornemen)
Untuk melakukan kejahatan,Orang yang hendak melakukan kejahatan secara potensial bisa berubah menjadi kesengajaan apabila kejahatan telah selesai di laksanakan. Niat yang belum di tunaikan keluar masih tetap manjadi niat dalam batin saja,dan apa bila niat telah keluar berubah menjadi kesengajaan .
2.      Permulaan pelaksanaan (begin van vit voring)
Unsur permulaan pelahsanaan adalah permulaan pelaksanaan melakukan kejahatan. menurut prof. Moeljatno ada tiga sayarat
a.      Secara obyektif apa yang di lakukan harus mendekati delikyang di tuju.
b.      Secara subyektif sudut niat tidak ada keraguan lagi bahwa kealuan di arahkan pada delik tersebut.
c.       Perbuatannya bersifat melawan hukum.
3.      Tidak selesainya pelaksanaan bukan kehendak sendiri.
MVT untuk menjamin tidak di pidana orang yang khendak sendiri sekarela mengurungkan pelaksanaan kejahatan yang di mulai

MVT atas dasar utilitas  / kepentingan umum yaitu usaha yang paling tepat untuk timbulnya kejahatan adalah iayalah menjamin orang orang yang telah memulai pelaksanan kejahatan tetepi kemudian dengan sikarela mengurunglan pelaksanaan >>> tidak dipidana.
Moeljatno ®  dilihat dari penjelasan MVT, maka unsur III termasuk alasan penghapus penuntutan ® Jaksa tidak menuntut ® namun kalau sebagai alasan penghapus pidana maka tetap dalam proses sampai sidang, tetapi ® penjatuhan ® tidak dipidana.

Pandangan Tentang Dapat Dipidananya Percobaan (Poging)
    1.      Pandangan Subjektif
       ® Orang melakukan percobaan harus dipidana oleh karena sifat berbahayanya orang itu
       ® Van Hamel ® niat
   2.      Pandangan Objektif
       ® Bahwa dasar untuk memidana percobaan disebabkan karena berbahayanya perbuatan yang dilakukan.
       ® Prof. Simon ® perbuatan.
Moeljatno ®  Berpendirian bahwa untuk hal ini, adalah tengah-tengah, artinya Campuran Objektif dan Subjektif.
       ® seperti Van Bemmelen

PERCOBAAN ada 2 :
   1.      Percobaan Mampu
   2.      Percobaan Tidak Mampu
   A.      Percobaan Mampu
       ® ialah delik percobaan yang telah memenuhi unsur-unsur percobaan sehingga percobaan perbuatan kejahatan ketahuan, sehingga di sini pelaku dapat dipidana.
   B.      Percobaan Tidak Mampu
       ® ialah delik percobaan yang tidak terwujud dalam arti bahwa delik tersebut tidak terlaksana.
      Tidak mampu :                       alatnya
                                                      objeknya
      sehingga kejahatan yang ditujukan tidak ada.
      Alatnya adalah alat untuk mencoba melakukan kejahatan tetapi tidak berfungsi, sedangkan objeknya adalah objek percobaan kejahatan tidak sesuai dengan percobaan kejahatan.

DELIK PENYERTAAN (Pasal 55 – 62 KUHP)
Pasal 55 KUHP (1) ke 1 : sebagai peserta yang dapat dipidana.
      1.         Mereka yang melakukan perbuatan pidana (pelaku)
      2.         Mereka yang suruh melakukan perbuatan pidana
      3.         Mereka yang turut serta melakukan perbuatan pidana.
Pasal 55 (1) ke 2 : sebagai penganjur (mereka yang dengan cara disebut disitu menganjurkan orang lain melakukan perbuatan pidana).
Pasal 56 ke 1 & ke 2 : Pembantu
      a.         Mereka yang membantu orang lain, maupun
      b.         Memberi kesempatan untuk melakukan perbuatan pidana
      c.         Memberi sarana, keterangan.

® Delik penyertaan ada apabila pelakunya lebih dari satu orang.

BENTUK-BENTUK PENYERTAAN

GOLONGAN          I           DADERS (Pasal 55 KUHP)

   1.      PLEGEN (mereka yang melakukan)
      seorang yang melakukan yang dengan penyertaan lain-lain orang baik pembantu maupun penganjur.
      jadi perbuatan itu dilakukan sendiri untuk mewujudkan unsur-unsur tindak pidana. Dalam tindak pidana berkaitan dengan jabatan, maka berhubungan dengan status PNS.
   2.      DOEN PLEGEN (orang yang menyuruh melakukan)
      a.         yang menyuruh (manus domina)
      b.         yang disuruh (manus ministra)
      -           dalam hal ini, orang tersebut (doen plegen) menyuruh orang lain untuk melakukan kejahatan, jadi tidak mengerjakan sendiri. Dan semua dilakukan oleh pelaku (yang disuruh) merupakan tanggung jawab penuh oleh doen plegen.
-     Sedang yang disuruh hanya merupakan alat (instrumen) belaka dan tidak dapat dipertanggungjawabkan (tidak dapat dipidana).
       ® tidak dapat dipidana karena :
      a.         Tidak mempunyai kesengajaan, kealpaan dan kemampuan bertanggung jawab.
      b.         -  Berdasarkan Pasal 44 KUHP (sakit jiwa)
                  -  Berdasarkan Pasal 48 KUHP (daya paksa)
                  -  Berdasarkan Pasal 51 (2) KUHP (perintah jabatan)
                  -  Tidak mempunyai kualitas yang disyaratkan dalam delik (Pasal      413, 437 KUHP)
    3.      MEDEPLEGEN (turut serta melakukan)
      setidak-tidaknya ada 2 orang yang bekerja sama untuk melakukan kejahatan, jadi :
a.       kesengajaan untuk mengadakan kerja sama dalam mewujudkan delik.
b.      Kesengajaan terhadap perbuatan yang dilakukan dalam kerja sama.
   4.      UITLOKKEN (Penganjur, Pembujuk)
            a.         orang yang membujuk (menganjurkan)
            b.         orang yang dibujuk (dianjurkan)
             ® syarat-syaratnya :
            a.         harus ada kesengajaan untuk menganjurkan
            b.         harus ada orang lain yang disuruh melakukan          penganjuran, pembujukan.
            c.         cara-cara penganjuran sesuai Pasal 55 (1) ke 2
            d. orang yang melakukan penganjuran dipidana (dapat dipertanggungjawabkan).
             ® upaya pembujukan/ penganjuran, syarat-syarat :
            a.         pemberian atau janji
            b.         salah menggunakan kekuasaan dan pengaruh
            c.         kekerasan atau ancaman yang bersifat lunak           (pembujukan)
            d.         memberi kausal kedua belah pihak
            e.         memberi kesempatan, syarat atau keterangan
GOLONGAN        II      MEDEPLICHTIGHEID/ PEMBANTUAN
                                                PASAL 56 KUHP
-          Pembantuan berarti :
            a. Pelaku
            b. Pembantu
-          Pembantuan :  -          pada waktu dilakukan kejahatan
                                         -      sebelum dilakukan kejahatan
-          Syarat-syarat pembantu (Pasal 56 KUHP)
            1.         sengaja membantu melakukan kejahatan
            2.         memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan            melakukan kejahatan.
-          Pasal 57 KUHP
            -           selama-lamanya hukuman pokok dikurangi sepertiganya
            -           jika ancaman pidananya hukuman mati ® maka maksimal 15       tahun.
-          Pasal 58 KUHP
            Penambahan, pengurangan, penghapusan tergantung pada pertimbangan bagi diri si pelaku.

DELNEMING  (DELIK PENYERTAAN)
PASAL 55 – 62  KUHP
-          Pengertian :penyertaan untuk melakukan tindak pidana ialah ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana yang memenuhi rumusan delik.  (S.R. Sianturi)
-          Bentuk-bentuk Penyertaan :
            Golongan I : Daders/ Pelaku (Pasal 55 KUHP)
                        a.  Plegen (orang yang melakukan)
                        b.  Doen Plegen (yang menyuruh melakukan)
                        c.  Medeplegen (turut serta melakukan)
                        d.  Uitlokken (yang menganjurkan/ membujuk)
            Golongan II  : Medeplichtigheid/ Pembantu (Pasal 56 KUHP) :  sebagian orang yang membantu melakukan.
                        a.  Sebelum kejahatan
                        b.  Pada waktu kejahatan dilakukan 
 

Blogger news

Blogroll

About