Pages

Sunday 8 May 2016

Makalah Perbandingan hukum perjanjian




http://adfoc.us/35384658965673 Perbandingan hukum perjanjian
   A.    Pendahuluan

Dalam kekinian, peranan pranata hukum kontrak menjadi sangat penting untuk mengakomodasi maraknya perdagangan yang terjadi secara global. Dinamika tersebut tentu akan menimbulkan kesulitan dalam kontrak perdagangan. Kondisi yang tak dapat disangkal adalah ketika pihak-pihak yang akan mengikatkan diri berasal dari negara berbeda dan memiliki sistem hukum yang berbeda pula. Setiap sistem hukum memiliki persamaan dan perbedaan baik secara fungsi maupun penamaan yang perlu ditelaah lebih mendalam. Proses pengkajian melalui perbandingan hukum bertujuan untuk mencapai penjelasan akan persamaan dan perbedaan antara sistem hukum tersebut serta aplikasi dalam realita.
Sebelum menelusuri aspek hukum kontrak yang terdapat dalam Sistem Civil Law,Sistem Common Law(Inggris),sistem hukum islam dan adat diperlukan wawasan antara sistem sistem hukum tersebut. Dengan bantuan kajian historis,pemahaman dasar mengenai Sistem Civil Law,Sistem Common Law, Hukum Islam dan Adat akan dapat mengantarkan kepada alasan-alasan tersirat berkenaan dengan persamaan dan perbedaan dalam hukum kontrak sistem sistem hukum tersebut. Untuk dapat memahami karakteristik utama dari sitem sistem tersebut.

   B.     Pengertian perjanjian
1.      Menurut KUH Perdata (civil law)
Istilah  perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUH Perdata, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah tersebut tidak diberikan. Istilah perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Hukum perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa belanda di sebut overeenscomstrecht sedangkan dalam bahasa inggris, yaitu contract of  law,. Salim H.S mengartikan hukum kontrak atau perjanjian adalah “ keseluruhan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
a.      Unsur unsurnya
1.      Kapasitas Para Pihak
Kebebasan kehendak  sangat dipengaruhi oleh kapasitas atau kemampuan seseorang  yang terlibat dalam perjanjian. Kemampuan ini sangat  menentukan untuk melakukan perjanjian sebagaimana diatur dalam  ketentuan peraturan perundang-undangan. Kapasitasyang  dimaksudkan dalam civil law antara lain ditentukan individu menurut  umur seseorang. Di Indonesia, Philipina, dan Jepang yang dianggap  telah mempunyai kapasitas untuk melakukan suatu kontrak harus  telah berumur 21 tahun. Civil Code Perancis yang merefleksikan  pemikiran modern, menyatakan bahwa kehendak individu  yang bebas adalah sumber dari sistem hukum, yang meliputi hak dan kewajiban. Namun kebebasan kehendak ini harus sesuai  dengan hukum tertulis, yaitu hukum perdata.
Di Indonesia, Jepang, Iran dan  Philipina, di mana perusahaan sebagai subjek  hukum dapat melakukan kontrak melalui pengurus perusahaan. Di Indonesia pengurus perusahaan terdiri dari anggota  direksi dan komisaris. Dalam melakukan kegiatannya, maka  anggota direksi harus memenuhi ketentuan anggaran dasar perusahaan  dan peraturan perundang-undangan, yang memberikan  kepadanya kapasitas dalam melakukan penandatanganan kontrak dan  tindakan hukum lainnya. Hal inilah yang dikatakan dalam civil law  merupakan the code granted them full capacity.
2.      Kebebasan Kehendak Dasar Dari Kesepakatan
Kebebasan kehendak yang menjadi dasar suatu kesepakatan, agar dianggap berlaku efektif harus tidak dipengaruhi oleh paksaan (dures),  kesalahan (mistake), dan penipuan (fraud). Berkenaan  dengan kebebasan kehendak, pengadilan di Perancis  menerapkan ketentuan civil Code sangat kaku, yaitu tidak boleh  merugikan pihak lain. Dalam kenyataan sehari-hari, walaupun yang  dianggap mampu melaksanakan kebebasan kehendak ada  pada orang yang sudah dewasa, namun diantara mereka tidak  boleh membuat kebebasan kehendak, yang dapat merugikan pihak lain.
Kesepakatan  di antara para pihak menjadi dasar terjadinya perjanjian. Pasal 1320 ayat (1)  KUH Perdata menetukan bahwa perjanjian atau kontrak tidak  sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat  dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan  petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh asas konsensualisme. Ketentuan Pasal 1320  ayat (1) tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan  suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh  sepakat pihak lainnya.
3.      Subjek yang pasti
Merujuk pada kesepakatan, terdapat dua syarat di hadapan juristic act, suatu perjanjian  dapat diubah menjadi efektif yaitu harus  dengan ada antara lain suatu subyek yang  pasti. Sesuatu yang pasti tersebut, dapat berupa hak-hak, pelayanan (jasa), barang -barang yang ada atau  akan masuk keberadaannya, selama mereka dapat  menentukan. Para pihak, jika perjanjian telah terbentuk tidak mungkin  untuk melakukan prestasi, maka perjanjian tersebut  dapat dibatalkan.
4.      Suatu sebab yang diijinkan (A Premissible Cause)
Perjanjian tidak boleh melanggar ketentuan hukum. Suatu sebab yang halal  adalah syarat terakhir untuk berlakunya suatu perjanjian. Pasal 1320 ayat 4 jo 1337 KUH Perdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut  causa yang dilarang oleh Undang-Undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan ketertiban  umum. Perjanjian  yang dibuat untuk causa yang dilarang oleh Undang -Undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan undang-undang adalah tidak sah.
2.      Menurut hukum kontrak Amerika (common law)
Istilah kontrak dalam bahasa inggris yaitu contrak of law. Lawrence M. Friedman mengartikan hukum  kontrak adalah perangkat hukum yang mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis jenisnya
Unsur unsurnya
1.            Bargain
Unsur bargain dalam kontrak common law dapat memiliki sifat memaksa. Sejarah menunjukkan bahwa pemikiran mengenai bargain , dalam hubungannya dengan konsep penawaran (offer)dianggap sebagai ujung tombak dari sebuah perjanjiandan merupakan sumber dari hak yang timbul dari suatu kontrak. Penawaran dalam konteks ini tidak lebih adalah sebuah transaksi di mana para pihak setuju untuk melakukan pertukaran barang-barang, tindakan-tindakan, atau janji-janjiantara satu pihak dengan pihak yang lain. Karena itu, maka ukuran dari pengadilan terhadap perjanjian tersebut dilakukan berdasarkan penyatuan pemikiran dari para pihak, ditambah dengan sumber dari kewajiban mereka,dan kemudian memandang ke arah manifestasi eksternal dari pelaksanaan perjanjian tersebut. Pengertian penawaran merupakan suatu kunciyang digunakan untuk lebih mengerti tentang penerapan aturan-aturan common law mengenai kontrak.
2.            Agreement
Suatu proses transaksi yang biasa disebut dengan istilah offer and acceptance, yang ketika diterima oleh pihak lainnya akan memberikan akibat hukum dalam kontrak. Dalam perjanjian sering ditemukan, di mana satu pihak tidak dapat menyusun fakta-fakta ke dalam suatu offer yang dibuat oleh pihak lainnya yang telah diterima sebagai acceptance oleh pihak tersebut. Karena penawaran dan penerimaan adalah hal yang fundamental, maka dalam sistem common law, sangat diragukan apakah suatu pertukaran offer (cross-offer) itu dapat dianggap sebagai kontrak. Berdasarkan sistem common law, pada saat suatu kontrak dibuat, saat itulah hak dan kewajiban para pihak muncul, hal yang demikian itu diatur dalam statute. Karena bisa saja terjadi suatu kontrak yang dibuat berdasarkan keinginan dari para pihak dan pada saat yang sama juga kontrak tersebut tidak ada. Hal ini disebabkan karena aturan mengenai acceptance dan revocation ini memiliki akibat-akibat yang berbeda pada setiap pihak.
3.             Consideration
Dasar hukum yang terdapat dalam suatu kontrak adalah adanya unsur penawaran yang kalau sudah diterima, menjadi bersifat memaksa, bukan karena adanya janji-janji yang dibuat oleh para pihak. Aturan dalam sistem common law tidak akan memaksakan berlakunya suatu janji demi kepentingan salah satu pihak kecuali ia telah memberikan sesuatu yang mempunyai nilai hukum sebagai imbalan untuk perbuatan janji tersebut. Hukum tidak membuat persyaratan dalam hal adanya suatu kesamaan nilaiyang adil. Prasyarat atas kemampuan memaksa ini dikenal dengan istilah consideration . Consideration adalah isyarat, tanda dan merupakan simbol dari suatu penawaran. Tidak ada definisi dan penjelasan yang memuaskan dari sistem common law mengenai konsep ini. Hal demikian ini telah di mengerti atas dasar pengalaman.

4.             Capacity
Kemampuan termasuk sebagai syarat tentang, apakah para pihak yang masuk dalam perjanjian memiliki kekuasaan. Suatu kontrak yang dibuat tanpa adanya kekuasaan untuk melakukan hal tersebut dianggap tidak berlaku.
Sebagai illustrasi dapat diuraikan putusan pengadilan dalam Quality Motors, Inc. V. Hays di mana memutuskan bahwa kontrak tidak sah karena dilakukan oleh individuyang belum dewasa, walaupun transaksi dilakukan oleh melalui orang lain yang telah dewasa, dan surat jual belinya di sahkan oleh notaris. Dalam kasus ini terlihat bahwa pengadilan menerapkan secara tegas dan kaku ketentuan umur untuk seseorang dapat melakukan perbuatan hukum. Walaupun jual beli akhirnya dilakukan oleh orang dewasa, namun fakta menunjukkan ternyata hal tersebut dilakukan dengan sengaja untuk melanggar ketentuan kontrak, akhirnya pengadilan membatalkan ketentuan kontrak tersebut.

3.      Perjanjian menurut persfektif hukum Islam

Di dalam menjelaskan pengertian hukum perjanjian syariah terdapat 2 arti, baik secara etimologi maupun secara istilah. Dalam bahasa Arab perjanjian itu diartikan sebagai Mu’ahadah Ittifa’. Akan tetapi di dalam Bahasa Indonesia, perjanjian itu dikenal sebagai kontrak. Yang mana dengan hal ini, perjanjian merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan yang lainnya sehingga untuk mengikat antar keduanya baik dirinya sendiri maupun orang lain.
Istilah itu dalam al-Quran terdapat 2 macam yang berhubungan dengan perjanjian yaitu akad dan ‘ahdu (al-‘ahdu). Akad itu hubungannya dengan perjanjian. Sedangkan ‘ahdu merupakan pesan, masa, penyempurnaan dan janji. Dalam hal ini, akad itu disamakan dengan seperti halnya perikatan, sedangkan kata Al-‘Ahdu disamakan dengan perjanjian. Maka dari itu, perjanjian juga dapat diartikan yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan ataupun tidak melakukan apa- apa dan tidak berkaitan dengan kemauan orang lain.
Sedangkan dalam KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi: “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
Dalam pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Di dalam melakukan suatu perjanjian itu harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Yang mana terdapat ijab qabul. Agar perjanjian yang telah disepakati dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan. Dengan adanya ijab qabul ini, suatu perjanjian dapat dinyatakan sebagai perjanjian yang sah sesuai dengan syariat islam. Yang mana terjadi pemindahan suatu kepemilikan antara orang yang satu kepada orang yang lain yang manfaatnya bisa dirasakan oleh kedua belah pihak yang melakukan suatu perjanjian.
Terdapat beberapa pendapat antara lain, menurut Ahmad Azhar Basyir, dia mengatakan akad merupakan perikatan antara ijab dan qabul, yang mana keduanya dapat menetapkan adanya akibat- akibat hukum yang ada yang mengacu kepada obyeknya. Di dalam Peraturan Indonesia Nomor 7/ 46/ PBI/ 2005 yang di dalamnya menetapkan dalam hal Akan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Dalam hal ini setelah pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwasannya akad adalah suatu perjanjian yang menimbulkan kewajiban untuk berprestasi antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya, yang mana antara keduanya terdapat hubungan timbal balik.
4.      Perjanjian menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).

    C.    Asas asas hukum perjanjian
1.      Asas asas hukum perjanjian Civil law

a.      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini merupakan konsekuensi dari berlakunya asas kontrak sebagai hukum mengatur. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa dalam suatu kontrak para pihak pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasanya untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh rambu-rambu hukum sebagai berikut :

            a. harus memenuhi syarat sebagai suatu kontrak
            b. tidak dilarang oleh undang-undang
            c. tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
            d. harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Pasal 1320 BW yang berisikan syarat sahnya perjanjian menunjukkan bahwa ketentuan tersebut sangat mendukung asas kebebasan berkontrak, karena orang dapat bebas/ tidak dipaksa untuk sepakat atau tidak sepakat. Prinsip kebebasan berkontrak berdasarkan Pasal 1320 BW mencakup :
1.      Kebebasan untuk menentukan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
2.      Kebebasan untuk memilih dengan phak mana akan dibuat suatu perjanjian;
a.      Kebebasan untuk menetapkan isi perjanjian;
b.      Kebebasan untuk menetapkan bentuk perjanjian;
c.      Kebebasan untuk menetapkan cara pembuatan perjanjian.

b.      Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
      Asas pacta sunt servanda dapat di simpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi. “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.
c.      Asas Konsensus
Asas konsensus dapat disimpulakn dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Bahwa asas konsensus merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secaral formal tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.

2.      Asas asas hukum perjanjian Common law
a.      Freedom of Contract (Kebebasan Berkontrak)
Prinsip Freedom of Contract (Kebebasan Berkontrak)
Prinsip  kebebasan berkontrak sebenarnya telah diakui dalam hukum Romawi, meskipun prinsip ini baru naik ke permukaan wacana kontrak pada abad ke 19 yang menandai kebangkitan liberalisme. Perkembangan dalam Common Law ternyata menanggapinya tidak seliberal dalam sistem Civil Law.
Dalam Common Law, penurunan kepercayaan terhadap asas kebebasan berkontrak disebabkan secara khusus oleh:
Penggunaan perjanjian standar yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar;
Menurunan kebebasan memilih (free choice) sebagai dasar perikatan.
Menilik pemaparan mengenai kebebasan berkontrak, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman mengenai kebebasan berkontrak antara Sistem Common Law dan Sistem Civil Law. Perbedaan pemahaman tersebut didasarkan oleh pandangan individualistik yang hidup dalam Civil Law. Namun perlu diketahui, pemahaman Common Law mengenai kebebasan berkontrak pun telah nampak di Indonesia sebagai negara penganut Civil Law.
Di Indonesia, pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak lebih dikenal sebagai kontrak baku. Kontrak baku hanya memuat dua unsur dalam asas kebebasan berkontrak, yakni kebebasan untuk menentukan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian dan kebebasan untuk memilih dengan phak mana akan dibuat suatu perjanjian. Pembatasan tersebut menandakan bahwa kebebasan lebih berada di pihak yang memberikan penawaran kontrak. Pihak yang memberikan penawaran kontrak ada pada orang yang lebih berkuasa. Pihak berkuasa menutup kemungkinan dalam perubahan isi, bentuk, dan cara pembuatan perjanjian.

d.      Asas Obligatoir
            Asas obligatori adalah suatu asas yang menetukan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatan itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata, sedangkan prestasi belum dapat dipaksakan karena kontrak kebendaan (zakelijke overeenkomst) belum terjadi. Jadi, jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja, hak milik belum berpindah, jadi baru terjadi kontrak obligatoir saja. Hak milik tersebut baru dapat berpindah setelah adanya kontrak kebendaan atau sering disebut serah terima (levering). Hukum kontrak di Indonesia memberlakukan asas obligatoir ini karena berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kalaupun hukum adat tentang kontrak tidak mengakui asas obligatoir karena hukum adat memberlakukan asas kontrak riil,

b.      Prinsip Konsensualisme
Konsensualisme berasal dari akar kata “konsensus” yang berarti sepakat. Apabila dijabarkan secara lebih lanjut, konsensualisme memiliki pemahaman sebagai kesepakatan akan suatu hal yang sama. Prinsip konsensualisme berarti bahwa perjanjian dan perikatan yang timbul oleh karenanya telah dilahirkan sejak detik sepakat terjadi. Prinsip konsensualisme berangkat dari moral manusia untuk senantiasa memegang janjinya.
Menurut sitem Civil Law
Kesepakatan antar para pihak yang membuat perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 BW, dianggap tidak ada apabila terdapat tiga halangan yang ditentukan dalam Pasal 1321 BW, yakni:
Perjanjian yang terbentuk karena ada tiga hal tersebut, bukan merupakan suatu perjanjian.
Kesepakatan dianggap tidak terjadi apabila terdapat:

1.      Mistake (kekeliruan/kekhilafan);
a.      Common mistake: kekhilafan yang sama dari kedua belah pihak
b.      Mutual mistake: kekhilafan yang berlainan dari kedua belah pihak
c.      Unilateral mistake: kekhilafan yang terjadi pada salah satu pihak saja
2.      Dures (paksaan);
Paksaan haruslah memenuhi dua unsur:
a.      Paksaan terhadap kemauan dari korban dan
b.      Paksaan tersebut melawan hukum.
3.      Misrepresentation (kebohongan, penipuan).
a.      Innocent misrepresentation: suatu misrepresentation yang oleh pelakunya dianggap sebagai perilaku yang benar;
b.      Fraudulent misrepresentation: misrepresentation yang oleh pelakunya memang diyakini sebagai perilaku yang tidak benar.
Dari penjelasan mengenai prinsip konsensualisme antara Sistem Civil Law dan Sistem Common Law, terlihat persamaan unsur mengenai halangan terhadap kesepakatan perjanjian. Namun terdapat persamaan mendasar yang juga mencerminkan perbedaan kedua sistem hukum tersebut, yakni pola perumusan peraturan. Pola perumusan peraturan dalam Civil Law cenderung bersifat umum dan abstrak, dibutuhkan penafsiran tambahan dalam memecahkan suatu persoalan berkaitan dengan prinsip konsensualisme. Sementara dalam Common Law, pola perumusan peraturan lebih bersifat pragmatis dan konkrit. Faktor metode pendekatan deduktif dari Civil Law dan metode pendekatan induktif dari Common Law memiliki pengaruh yang signifikan.

Doktrin Pacta Sunt Servanda
Dokrin tersebut berasal dari Hukum Romawi yang menyatakan bahwa perjanjian harus ditaati. Namun istilah pacta sunt servanda sendiri berasal dari Paus Gregorius IX dalam rentang tahun 1145-1241. Hukum Romawi membedakan antara contractus dan pactum. Contractus adalah perjanjian yang dibuat dalam bentuk resmi dan dapat digugat, sedangkan pactum merupakan perjanjian yang dapat digugat hanya berdasarkan asas bona-fides (itikad baik), itikad buruk harus dibuktikan oleh penggugat. Paus Gregorius IX kemudian menetapkan bahwa pactum yang tidak berbentuk resmi pun dapat digugat.
Sistem Common Law tidak menyebutkan bahwa perjanjian mengikat sebagai undang-undang, melainkan;
1.      Perjanjian “must be observed”;
2.      Perjanjian “shall be held sacred”.
Dari pemaparan tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan perspektif terhadap pascta sunt servanda. Perbedaan tersebut berakar dari pemahaman sistem hukum masing-masing karena dipengaruhi pola pemikiran hukum yang berbeda. Namun tujuan dari asas pacta sunt servandabaik dalam Civil Law maupun Common Law adalah perjanjian haruslah ditaati.

3.      Asas asas hukum perjanjian Syariah
1.       Asas Ibahah (mabda’ al-Ibahah)
Asas ibahah adalah asas umum hukum islam dalam bidang muamalat secara umum. Asas ini dirumuskan dalam andigum:
Artinya: Pada asasnya segala sesuatu itu boleh dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya.
Asas ini merupakan kebalikan dari asas yang berlaku dalam masalah ibadah. Dalam hukum islam, untuk tindakan-tindakan ibadah berlaku asas: “Bentuk-bentuk ibadah yang sah adalah bentuk-bentuk yang disebutkan dalam dalil-dalil syari’ah”.

2.      Asas Kebebasan Beraqad (mabda’ huriyyah at-ta’aqud)
Hukum islam mengakui kebebasan beraqad, yaitu suatu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat aqad atau jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam undang-undang syari’ah dan memasukan klausula apa saja ke dalam aqad yang dibuatnya sesuai dengan kepentinganya sejauh tidak berakibat makan harta sesame dengan batil. Namun demikian, di lingkungan madzhab-madzhab yang berbeda terdapat perbedaan pendapat mengenai luas-sempitnya kebebasan tersebut. Nas-nas Al-Qur’an dan Sunah Nabi saw. serta kaidah-kaidah hukum islam menunjukan bahawa hukum islam menganut asas kenbebasan berkontrak (aqad). Asas kenbebasan beraqad ini merupakan konkritisasi lebih jauh dari sepesifikasi yang lebih tegas lagi terhadap asas ibadah dalam mumalat.

3.      Asas Konsensualisme (mabda’ ar-radhaiyyah)
Asas konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu. Dalam hadis Nabi
4.      Asas Janji Mengikat
5.      Asas Keseimbangan (mabda’ at-tawazun fi al-mu’awadhah)
Secara factual jarang terjadi keseimbangan antara para pihak dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian islam tetap menekankan perlunya keseimbangan itu, baik keseimbangan antara apa yang diberikan dan apa yang diterima maupun keseimbangan dalam memikul risiko. Asas keseimbangan dalam transasksi (antara apa yang diberikan apa yang diterima) tercermin pada dibatalkanya suatu aqad yang mengalami ketidakseimbangan prestasi yang mencolok. Asas keseimbangan dalam memikul risiko tercermin dalam larangan terhadap transaksi riba, di mana dalam konsep riba hanya debitur yang memikul segala risiko atas kerugian usaha, sementara krditor bebas sama sekali dan harus mendapat prosentase tertentu sekalipun pada saat dananya mengalami kembalian negative.
6.      Asas Kemaslahatan (tidak memberatkan)
Asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa aqad yang akan dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian atau keadaan yang memberatkan. Apabila dalam pelaksanaan aqad terjadi suatu perubahan keadaan yang tidak dapat diketahui sebelumnya serta membawa kerugian yang fatal bagi pihak yang bersangkutan sehingga memberatkanya, maka kewajibanya dapat diubah dan disesuaikan kepada batas yang masuk akal.
7.      Asas Amanah
Asas Amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak haruslah beritiqad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainya dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya. Dalam kehidupan masa kini banyak sekali objek transaksi yang dihasilkan oleh satu pihak melalui suatu keahlian yang amat sepesialis dan profesionalisme yang tinggi sehingga ketika ditansaksikan, pihak lain menjadi mitra tarnsaksi tidak banyak mengetahui seluk beluknya. Oleh karena itu, ia sangat bergantung kepada pihak yang menguasainya.
8.      Asas Keadilan
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum. Dalam hukum islam, keadilan langsung merupakan perintah al-qur’an Keadilan merupakan sendi setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sering kali dizaman modern aqad ditutup oleh satu pihak dengan pihak lain tanpa ia memiliki kesempatan untuk melakukan negosiasi mengenai klausula aqad tersebut, karena klausula aqad itu telah dibakukan oleh pihak lain. Tidak mustahil bahwa dalam pelaksanaanya akan timbul kerugian kepada pihak yang menerima syarat baku itu karena didorong kebutuhan. Dalam hukum islam kontemporer telah diterima suatu asas bahwa demi keadilan syarat baku itu dapat diubah oleh pengadilan apabila memang ada alasan untuk itu.

4.      Asas asas hukum perjanjian Adat
1.      keseimbangan
asas keseimbangan merupakan konstruksi dari kesusilaan, itikad baik, kepantasan dan kepatutan, penyalahgunaan keadaan, dan iustum pretium. Asas keseimbangan juga melalui interpretasi hermeneutik ternyata berhubungan dengan asas-asas klasik perjanjian.
2.      Asas selaras nyata
Asas laras nyata berkenaan dengan persoalan bagaimana memuaskan kebutuhan estetis yang hidup dalam masyarakat. Asas ini memberikan jawaban atas suatu persoalan sehingga penyelesaiannya itu dianggap memuaskan dari ukuran kebutuhan dan perasaan hukum dan moral: segala sesuatu telah kembali seperti semula (seperti sebelum sengketa muncul dan mengganggu keseimbangan masayarakat). Kalau diperhatikan asas laras nyata diterapkan dalam konsep perkawinan jujur dalam masyarakat hukum adat Indonesia. Jujur (semacam mas kawin) dalam perkawinan adat Batak wajib diberikan kepada keluarga pengantin perempuan sebagai pemulih keseimbangan magis-religius kedua keluarga mempelai. Keluarga pengantin perempuan wajib mendapat jujur agar tidak menjadi pincang kehilangan satu anggotanya diambil keluarga mempelai laki-laki, sedangkan keluarga laki-laki wajib membayar jujur agar tidak keberatan menambah satu anggota keluarga. Dengan begitu tercapai keseimbangan dan keabsahan perkawinan.
3.      Asas riil
Asas perjanjian riil, artinya suatu perjanjian haruslah dibuat secara riil, adalah hal ini harus dibuat secara terang dan tunai. perjanjian harus dilakukan di depan pejabat tertentu, misalnya di depan penghulu adat atau ketua adat, yang sekaligus juga dilakukan levering-nya. Jika hanya sekedar janji saja, seperti dalam sistem obligatoir, dalam hukum adat perjanjian semacam ini tidak mempunyai kekuatan sama sekali.

    D.    Sumber hukum perjanjian
1.      Sumber hukum perjanjian Civil law
Pada dasarnya sumber hukum dapat di bedakan menjadi dua macam, yaitu sumber hukum materil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan politik,situasi sosial ekonomi,tradisi(pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah perkembangan internasional, dan keadaan geografis. Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Yang diakui sebagai hukum formal ialah undang-undang perjanjian antar negara, yurisprundensi dan kebiasaaan. Berikut sumber hukum perjanjian yang berasal dari undang undang.

a.      Algemene Bepalingen Van Wetgiving (AB)
AB merupakan ketentuan ketentuan umum pemerintah hindia belanda yang diberlakukan di indonesia. AB diatur dalam stb. 1847 nomor 23, dan diumumkan secara resmi pada tanggal 30 april 1847. AB terdiri dari 37 pasal.

b.      KUH Perdata Atau BW
KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk pemerintahan hindia belanda, yang di undangkan dengan maklumat tanggal 30 April 1847, stb. 1847, nomor 23, sedangkan di indonesia di umumkan dalam stb, 1848. Sedangkan ketentuan hukum yang mengatur hukum perjanjian di atur dalam buku III KUH Perdata.

c.      KUH dagang

d.      Undang Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat.
Yang diatur dalam undang undang ini meliputi ketentuan umum,asas dan tujuan,perjanjian yang dilarang,kegiatan yang dilarang,posisi domain,

e.      Undang Undang No 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.
Mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelengaraan pekerjaan konstruksi

f.       Undang Undang No 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional

2.      Sumber hukum kontrak Common law
Dalam hukum kontrak Amerika (common law), sumber hukum dibagi menjadi dua kategori, yaitu sumber hukum primer dan sumber hukum skunder. Sumber hukum primer merupakan sumber hukum yang utama. Para pengacara dan hakim menganggap bahwa sumber hukum primer dianggap sumber hukum itu sendiri. Sumber hukum primer meliputi keputusan pengadilan, statuta, dan peraturan lainnya. Sumber hukum sekunder merupakan sumber hukum kedua. Sumber hukum sekunder ini mempunyai pengaruh dalam pengadilan, karena pengadilan dapat mengacu pada sumber hukum skunder tersebut. Sumber hukum sekunder ini terdiri dari restatement dan legal comentary.

3.      Sumber hukum dalam perspektif hukum Islam
Sumber hukum perjanjian hukum islam terdapat dalam Al Quran dan Hadis. Salah satunya Firman Allah yang berbunyi
 “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah olehmu aqad-aqad (perjanjian) itu. (Q.S. Al-Maidah ayat 1)
Al-Biaqi mengemukakan hubungan yang lebih rinci. Menurut beliau pada akhir surat an-Nisa 164, telah diuraikan bahwa orang-orang Yahudi yang melakukan kedzaliman dengan mengabaikan perjanjian mereka dengan Allah swt, telah dijatuhi sanksi; yakni berupa diharamkanya atas mereka (orang-orang Yahudi) yang baik-baik yang telah dihalalkan bagi merka, Al-anam ayat 45. Dengan demikian sangat wajar dan amat sesuai bila dengan tuntunan kepada orang beriman untuk memenuhi akad (perjanjian).
4.      Sumber hukum perjanjian Adat

    E.     Syarat syarat sahnya perjanjian
1.      Menurut KUH Perdata (civil law)

Dalam hukum Eropa kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata atau pasal 1365 buku IV NBW (BW Baru) Belanda. Pasal 1320 KUH Perdata  menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu

a.      Adanya Kesepakatan Kedua Belah Pihak
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan  kehendak antara satu orang dengan orang lain atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataan, karena kehendak itu tidak dapat diketahui orang lain.

b.      Kecakapan Untuk Melakukan Perbuatan Hukum (Kecakapan Bertindak)
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan ang akan menimbulkan akibat hukum. Orang orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang orang ang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagai mana yang ditentukan oleh undang undang. Ukuran cakap adalah telah berumur 21 tahun dan sudah atau pernah kawin.orang yang tidak di anggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum:
a)     Anak dibawah umur
b)      Orang yang di taruh dibawah pengampuan, dan

c.      Adanya Obyek
Yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan perbuatan negatif. Prestasi terdiri dari;
a)   Memberikan sesuatu
b)  Berbuat sesuatu, dan
c)   Tidak berbuat  sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata)

d.      Adanya causa yang halal.
Dalam pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian causa yang halal. Didalam pasal 1337 KUH Perdata hanya di sebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.


2.      Menurut kontrak Amerika (common law)
Dalam ukum kontrak Amerika ditentukan empat syarat sanya kontrak yaitu;
1)     Adanya offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan)
2)     Metting of minds (persesuaian keendak)
3)     Considerasi (prestasi)
4)     Competent paries and legal subject matter (kemampuan hukum para pihak dan pokok persoalan yang sah)
a.      Penawaran dan peneriman
Setiap kontrak pasti di mulai dengan penawaran dan penerimaan. Yang di artikan dengan penawaran adala suatu janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara khusus pada masa yang akan datang penawaran ini di tujukan kepada setiap orang atau para khalayak.
Penerimaan adalah kesepakatan dari pihak yang menerima dan penawar tawaran harus di sampaikan penerimaan tawara kepana penawar tawaran. Permintaan ini harus bersifat absolut dan tanpa syarat atas tawaran itu.
b.      Persesuaian kehendak
Yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para piak dan objek kontrak.persesuaian kehendak haruk dilakukan secara jujur, tetapi apabila kontrak itu dilakukan dengan adanya penipuan, kesalahan, paksaan dan penyalahgunaan keadaan maka kontrak tersebut menjadi tidak sah
c.      Kemampuan dan keabsaan tentang subjek
Adalah kemapuan dan kecakapandari subjek hukum untukmelakukan kontrak.
3.      Menurut perjanjian Syariah
Syarat sahnya perjanjian secara syariah adalah sebagai berikut :
1.      tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati
 adanya, syarat ini mengandung pengertian setiap orang pada prinsipnya bebas membuat perjanjian tetapi kebebasan itu ada batasannya yaitu tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam baik yang terdapat dalam Alquran maupun Hadist. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akan mempunyai konsekuensi yuridis perjanjian yang dibuat batal demi hukum. Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan kausa halal.


2.      harus sama ridha
dan ada pilihan, syarat ini mengandung pengertian perjanjian harus didasari pada kesepakatan para pihak secara bebas dan sukarela, tidak boleh mengandung unsur paksaan, kekhilafan maupun penipuan. Apabila syarat ini tidak terpenuhi dan belum dilakukan tindakan pembatalan maka perjanjian yang dibuat tetap dianggap sah. Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan kesepakatan (konsensualisme).


3.      harus jelas dan gamblang,
sebuah perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak batal demi hukum sebagai konsekuensi yuridisnya. Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan adanya obyek tertentu.
Apabila salah satu syarat tidak dapat terpenuhi mempunyai konsekuensi yuridis terhadap perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, sedangkan bagi perjanjian yang sah akan mengikat bagi para pihak sebagai undang-undang dan para pihak wajib melaksanakan perjanjian secara sukarela dengan itikad baik serta tidak bisa memutuskan perjanjian tersebut secara sepihak. Apabila salah satu pihak mengabaikan perjanjian maka akan mendapat sanksi dari Allah di akhirat nanti.

Perbedaan pokok hukum perjanjian syariah dengan hukum perjanji konvensional :
1.      Landasan filosofis
·        Hukum perjajian syariah : religious, transedental (ada nilai agama, berasal dari ketentuan Allah.
·        Hukum perjanjian konvensional: sekuler (tidak ada nilai agama).
2.      Sifat
·        Hukum perjanjian syariah: individual proporsional.
·        Hukum perjanjian konvensional: individual / liberal.
3.      Ruang lingkup (subtansi)
·        Hukum perjanjian syariah: hubungan bidimensional manusia dengan Allah (vertikal), manusia dengan manusia, benda, dan lingkungan (horizontal).
·        Hukum perjanjian konvensional: hanya hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan benda (horizontal).
4.      Proses terbentuknya
·        Hukum perjanjian syariah: adanya pengertian al-ahdu (perjanjian) – persetujuan - al – akhdu  (perikatan) (QS.Ali Imron: 76, QS. Al-Maidah:1 ).
·        Hukum perjanjian konvensional: adanya perngertian perjanjian (overeenkomst) dan perikatan (verbintebsis) (1313 dan 1233 BW).
5.      Sahnya perikatan
·        Hukum perjanjian syariah: halal, sepakat, cakap, tanpa paksaan, ijab dan qobul.
·        Hukum perjanjian konvensional: sepakat, cakap, hal tertentu, halal (1320 BW).
6.       Sumber
·        Hukum perjanjian syariah: sikap tindak yang didasarkan syariat, persetujuan yang tidak melanggar syariat.
·        Hukum perjanjian konvensional: persetujuan, undang-undang (1233 BW).

Kesimpulan
Semua  Hukum perjanjian pada dasarnya sama yaitu dibuat oleh para dan untuk disepakati oleh para pihak yang membuatnya dan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya

No comments:

Post a Comment

moga bermanfaat ^,^

 

Blogger news

Blogroll

About