PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH TERSELUBUNG OLEH WARGA NEGARA ASING DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NO 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA (UUPA)
.
LATAR
BELAKANG
Konsepsi Negara
Kesatuan Republik Indonesia ialah negara hukum yang mengandung makna dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan bernegara didasarkan atas hukum. Penegasan
bahwa Indonesia ialah negara hukum tampat nyata ketika dilakukan amandemen
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Pasal
1 ayat (2) yang menyebutkan
bahwa “negara Indonesia ialah negara hukum.
Makna yang paling esensi dari
negara hukum
ialah segala hubungan antara negara dan masyarakat atau antara sesama anggota
masyarakat dilandasi oleh aturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis
(Azhary 1995). Sangat strategisnya obyek tanah bagi bangsa Indonesia, maka hal
ini diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) Pasal 33 Ayat (3) yang mengatur bahwa
“bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”
. Pasal 4 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA)
menyatakan, bahwa atas dasar menguasai
dari Negara tersebut ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi
yaitu tanah, yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang. Tanah yang
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang dengan hak-hak yang disediakan
oleh UUPA, yaitu untuk digunakan atau dimanfaatkan, diberikan dan dimilikinya
tanah dengan hak-hak tersebut tidak akan bermakna, jika penggunaannya terbatas
hanya pada tanah sebagai permukaan bumi
saja. Berbicara tentang masalah tanah, jika ditinjau dari hukum adat merupakan
suatu hal yang cukup esensiil dalam kehidupan manusia. Menurut Suyono
Wignjodipuro ada dua hal pokok yang menyebabkan tanah mempunyai kedudukan
penting, yaitu karena sifatnya yakni merupakan satu-satunya benda kekayaan yang
bagaimanapun keadaannya masih tetap bersifat tetap atau kadang-kadang bahkan
menguntungkan. Kedua karena fakta bahwa bahwa tanah itu merupakan tempat
tinggal persekutuannya, merupakan penghitungan bagi warga persekutuan, merupakan tempat warga dikebumikan,
dan juga merupakan tempat tinggal para roh dan dayang-dayang leluhur
persekutuan (Surojo 1968). Hal senada juga disampaikan oleh Maria S.W.
Sumardjono bahwa karena sifatnya yang langka dan terbatas, serta merupakan
kebutuhan dasar setiap manusia inilah maka pada hakekatnya masalah tanah
merupakan masalah yang sangat menyentuh keadilan, tetapi tidak selalu mudah
untuk merancang suatu kebijakan pertanahan yang dirasakan adil untuk semua
pihak (Sumardjono 2005). Era globalisasi dan liberalisasi perekonomian dewasa
ini, maka peranan tanah bagi berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai
tempat pula kebutuhan akan dukungan berupa kepastian hukum di bidang pertanahan.
Pemberian kepastian hukum di bidang pertanahan ini, memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan
jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi
ketentuan-ketentuannya. Selain itu, dalam rangka menghadapi berbagai kasus
nyata diperlukan pula terselenggaranya kegiatan pendaftaran tanah yang
memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan
haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para pihak yang berkepentingan,
seperti calon pembeli dan calon kreditur, untuk memperoleh keterangan yang
diperlukan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum yang akan dilakukan,
serta bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan pertanahan.
Berkaitan
dengan itu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan untuk diselenggarakannya pendaftaran
tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dimaksud. Penyelenggaraan
pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 tentang Pendafataran Tanah (Abdullah 2008).
Berkaitan dengan
tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, A.P. Parlindungan dalam Supriadi mengatakan
bahwa “dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya
diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, di zaman informasi ini maka kantor
pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap
informasi yang diperlukan untuk suatu bidang
bermukim maupun
untuk kegiatan bisnis. Sehubungan dengan hal tersebut akan meningkattanah, baik
untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan
juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memutuskan
sesuatu yang diperlukan di mana terlibat tanah, yaitu data fisik dan
yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat
terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan
atas sebidang tanah/bangunan yang ada, sehingga untuk itu perlulah tertib
administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar (Supriadi 2008).
PERUMUSAN
MASALAH
Bertitik tolak
dari uraian latar belakang penulisan maka penulis membatasi permasalahan dengan perumusan sebagai berikut
:
1. Bagaimana
perlindungan hukum terhadap pemegang hak milik atas tanah terselubung oleh
warga negara asing ditinjau dari undang undang no 5 tahun 1960 tentang peraturan
dasar pokok-pokok agraria (uupa)
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mendasarkan pada sumber
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier (Soekanto&Mamudji
2004). Metodologi penelitian hukum pada
pokoknya mencakup uraian-uraian tentang metode yang digunakan, tipe penelitian
yang akan dilakukan, metode pengumpulan data, serta pengelohan data dan analisis data. Teknik
pengumpulan bahan hukumyang digunakan dalam penelitian hukum ini yaitu melalui
studi kepustakaan yang didasarkan pada data sekunder/ sumber sekunder dengan
cara mengkaji ketentuan-ketentuan hukum
positif maupun asas-asas hukum umum, dalam hubungannya dengan
masalah-masalah yang diteliti. Teknik pengolahan dan analisis data yang
digunakan oleh penulis dalam penelitian
ini ialah teknik analisis data kualitatif, yakni suatu uraian tentang cara-cara
analisis berupa kegiatan mengumpulkan data kemudian diedit dahulu untuk
selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif.
A. TINJAUAN
PUSTAKA
Tinjauan Tentang Teori Perlindungan Hukum dan
Pendaftaran Hak Atas Tanah
Teori
perlindungan hukum berdasarkan UUD 1945 terdapat dalam Alinea
ke empat
Pemukaan UUU 1945 yang menyebutkan bahwa “melindungi segenap bangsa dan seluruh tupah darah Indonesia”.
Secara
teoritik, aline
ke empat pembukaan UUD 1945 telah
menentukan suatu teori perlindungan hukum bagi segenap bangsa Indonesia
termasuk perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah (pemegang
sertifikat hak atas tanah). Teoeri perlindungan hukum yang terdapat dalam
alinea ke empat pembukaan UUD 1945 tersebut tepat digunakan karena adanya unsur
:
a. Perlindungan
hukum yang ditujukan kepada segenap bangsa Indonesia dan teritorium,
diantaranya ialah pemegang hak atas tanah yang sebenarnya serta lingkungannya,
melalui penerbitan sertifikat hak tas tanah santun lingkungan yang berkepastian
hukum secara yuridis.
b. Perlindungan yang bertujuan untuk pertahanan
keamanan dan ketertiban nasional, melalui penerbitan sertifikat hak tas tanah
santun lingkungan dengan asas publisitas positif dan pengadaan dana
pertanggungan hak atas tanah serta sesuai dengan advis planning yang
berkeadilan secara materiil dan bermanfaat secara preventif.
c. Perlindunga melalui peruntukan, penggunaan dan
pemanfaatan hak atas tanah dan pengadaan dana pertanggungan yang secara
materiil yang bersifat lahiriyah.
d. Perlindungan melalui penciptaan rasa
ketenangan dan kenyamanan bagi pemegang
sertifikat hak tas tanah dan lingkungannya dalam mencari kebahagiaan hidup di
akhirat secara spiritual yang bersifat rohaniah (Syafruddin 2004). Teori
perlindungan hukum responsif menurut Philip Selznick dan Philippe Nonet merupakan jawaban tepat untuk kebijakan
bidang pertanahan yang selama ini pragmatis, tegasnya agar relevan dalam
pemberian perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah dan
lingkungannya, dengan kriteria hukum yaitu :
a.
Mempunyai tujuan yang obyektif. Perlindungan hukum responsif bagi pemegang
sertifikat hak atas tanah danlingkungannya menghendaki tujuan yang obyektif
yang hendak dicapai yakni sertifikat hak atas tanah yang berkepastian hukum, berkeadilan dan bermanfaat.
b.
Mempunyai legalitas yang otoritatif. Perlindungan hukum responsif bagi pemegang
sertifikat hak atas tanah dan lingkungannya menghendaki legalitas yang
otoritatif dalam perolehan sertifikat hak atas tanah melalui prosedur formil dan
materiil dalam pencapaian kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan yang
substantif berdasarkan kewenangan aturan
hukum Badan Pertanahan Nasional (BPN).
c.
Mempunyai integritas yang adaptif yang dalam setiap putusan kegiatan pendaftaran tanah melibatkan sebanyak mungkin
tampungan aspirasi masyarakat, misalnya melalui penggunaan asas terbuka, asas
musyawarah, asas
contradictoir
dilimitatie
dan sekaligus bertanggung jawab melalui pengadaan dana pertanggungan
hak atas tanah (Selznick&Nonet 1978).
2. Tinjauan
Tentang Hak Penguasaan Atas Tanah
Ciri-ciri yang
melekat pada hak menurut hukum seperti yang dikemukakan oleh Fitzgerald dalam
Satjipto Rahardjo yaitu hak itu diletakkan kepada seseorang yang disebut
sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang
memiliki title/identitas atas barang yang menjadi sasaran dari hak. Hak itu
tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak
dan kewajiban terdapat hubungan korelatif. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan
pihak lain untuk melakukan(commission)
atau tidak melakukan (omission) sesuatu
perbuatan. Ini bisa disebut sebagai isi dari Hak.Commision atau omission
menyangkut sesusatu yang bisa disebut sebagai
obyek dari hak. Setap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa
tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya (Rahardjo
1996). Hak perorangan atas tanah terdiri dari :
a. Hak
atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang memberi wewenang bagi subjeknya untuk menggunakan tanah yang
dikuasainya. Hak atas tanah terdiri atas :
1) Hak
atas tanah orisinal atau primer, yaitu hak atas tanah yang bersumber pada Hak Bangsa Indonesia dan yang diberikan
oleh Negara dengan cara memperolehnya melalui permohonan hak. Hak atas tanah
yang termasuk hak primer antara lain :
a) Hak
Milik.
b) Hak
Guna Bangunan.
c) Hak
Guna Usaha.
d) Hak
Pakai.
e) Hak
Pengelolaan.
2) Hak
atas tanah derivatif atau sekunder, yaitu hak atas tanah yang tidak langsung
bersumber kepada Hak Bangsa Indonesia dan diberikan pemilik tanah dengan cara
memperolehnya melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah dengan
calon pemegang hak yang bersangkutan. Hak atas tanah yang termasuk dalam hal
ini, yaitu:
a) Hak
Guna Bangunan.
b) Hak
Pakai.
c) Hak
Sewa.
d) Hak
Usaha Bagi Hasil.
e) Hak
Gadai.
f) Hak
Menumpang.
b. Hak Jaminan
atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang tidak memberikan wewenang
kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya tetapi memberikan
wewenang untuk menjual lelang tanah tersebut apabila pemilik tanah tersebut
(debitur) melakukan wanprestasi. Hak-hak jaminan atas tanah menurut hukum tanah
nasional yaitu Hak Tanggungan yang diatur dengan Undang-undang (UU) Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah (Hutagalung dkk 2012)
.
B. PEMBAHASAN
1.
Perlindungan
Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah
Teori
perlindungan hukum menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatua Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) alinea-4 menyebutkan bahwa
“melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”.
Berdasarkan
pasal tersebut dapat dikatakan bahwa “yang menjadi permasalahan tanah saat ini justru bukan lagi
masalah bagaimana si miskin memperoleh tanah, namun yang menjadi masalah ialah
bagaimana si pemilik tanah dapat mempertahankan hak miliknya (hak atas tanah
tersebut)”, pada saat ini persoalan tanah telah berubah sifatnya, yang terlibat
dalam persoalan tanah bukan lagi pemilik
tanah desa melawan buruh tani, tetapi antara pemilik modal besar melawan pemilik tanah setempat, baik
yang ada di desa maupun di kota, dan antara pemerintah dan pemilik tanah di
desa dan di kota”.(Soetrisno 1995)
Negara patut melindungi pemegang
sertifikat hak atas tanah karena adanya iktikad baik pemegangnya dan adanya
keputusan negara menerbitkan sertifikat sebagai bukti hak atas tanah yang tidak
patut dibatalkan negara tanpa santunan, untuk itu perlu adanya aturan hukum
administrasi negara dan pelaksanaannya yang sah, benar dan tepat sehingga
perlindungan hukum patut diberikan kepada
pemegang sertifikat hak atas tanah. Terwujudnya kepastian hukum dalam pendaftaran tanah tidak lepas dari faktor
kekurangan dalam substansi aturan
pertanahan, disinkronisasi peraturan yang ada. Secara normatif,
kepastian hukum memerlukan tersedianya perangkat aturan perundang-undangan yang
secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya. Secara empiris,
keberadaan peraturan-peraturan itu
dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya pendukungnya.
Upaya pemerintah untuk memberikan suatu bentuk jaminan akan adanya
kepastian hukum
atas kepemilikan tanah bagi seseorang ialah dengan dilakukannya
suatu
pendaftaran hak atas tanah sebagaimana rumusan pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok- pokok Agraria. Adanya
kepastian hukum
hak-hak atas tanah bagi setiap orang secara tegas dinyatakan dalam
pasal 19 ayat 1 bahwa untuk menjamin kepastian
hukum oleh Pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia yang disempurnakan dalam
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftara Tanah. Indonesia sebagai
Negara hukum berkepentingan mengatur
perlindungan hukum terhadap pemegang
sertifikat hak atas tanah yang
berkepastian
hukum,
bermanfaat, dan berkeadilan dengan cara merespon kebutuhan serta keinginan
pemegang hak atas tanah dalam kehidupan
masyarakat secara transparan, tanpa tipu
daya, intimidasi
atau diskriminasi, dimana semua orang ialah sama di hadapan
hukum dan atas
perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun (Simamora 2011). Hak-hak
subyek hukum atas suatu bidang tanah dengan alai bukti berupa suatu sertipikat
harus dilindungi mengingat sertifikat hak atas tanah merupakan bukti tertulis yang dibuat oleh Pejabat Umum
yang berwenang, oleh karenanya menurut Pasal 164 HIR dan Pasal 1866 KUH Perdata
merupakan bukti otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna, dalam Pasal
32 avat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ditentukan dengan tegas
bahwa sertipikat merupakan Surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
2. Kepastian
Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah
Menurut Maria
S.W. Sumardjono bahwa hukum menghendaki kepastian. Hukum Pertanahan Indonesia
menginginkan kepastian siapa pemegang hak milik atau hak-hak lain atas sebidang
tanah. Di dalam realitasnya, pemegang sertifikat atas tanah belum merasa aman
akan kepastian haknya, bahkan sikap keragu-raguan yang seringkali muncul dengan
banyaknya gugatan yang menuntut
pembatalan sertifikat tanah melalui pengadilan (Sumardjono 2001), dan
menurut Muchtar Wahid, berpendapat bahwa sertifikat tanah sebagai produk
pendaftaran yang memenuhi aturan hukum normatif, belum menjamin kepastian hukum
dari sudut pandang sosiologi hukum (Wahid 2008), yang dimaksud oleh beliau
kepastian hukum dari sudut pandang sosiologi hukum itu ialah realitas sosial
yang terjadi di masyarakat, dengan memperhatikan kemampuan pemerintah,
maka pelaksanaan pendaftaran tanah
dilakukan secara bertahap. Sebagai langkah awal dilakukan pengukuran desa demi
desa untuk memenuhi ketersediaan peta dasar pendaftaran tanah yang memuat titik-titik
dasar tehnik dan unsur-unsur geografis serta batas fiksik bidang-bidang
tanah, pada wilayah yang belum dilakukan
secara sistematik, peta dasar pendaftraan tanah sangat diperlukan untuk
mengidentifikasi dan menentapkan letak tanah yang akan didaftarkan secara
sporadik, dan selanjutnya menjadi dasar untuk
pembuatan peta pendaftaran. Sehubungan dengan pemberian kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah, baik mengenai subjek maupun objeknya, maka pemerintah mengharuskan dilakukan pengumuman
mengenai hak-hak atas tanah, yang meliputi :
1. Pengumuman
mengenai subjek yang menjadi pemegang hak yang dikenal dengan sebagai asas
publisitas dengan maksud agar masyarakat luas dapat mengetahui tentang subjek
dan objek atas satu bidang tanah. Adapun implementasi dari asas publisitas ini
yaitu dengan mengadakan pendaftaran tanah.
2. Penetapan
mengenai letak, batas-batas, dan luas bidang-bidang tanah yang dipunyai
seseorang atas sesuatu hak atas tanah, dikenal sebagai asas spesialitas dan
implementasinya ialah dengan mengadakan Kadaster, dengan demikian, maka
seseorang yang hendak membeli suatu hak atas tanah tidak perlu melakukan
penyelidikan sendiri, karena keterangan mengenai subyek dan objek atas suaru
bidang tanah dapat diperoleh dengan mudah pada instansi pemerintah yang
ditugaskan menyelenggarakan Pendaftaran Tanah. (Pena Rifai)
C. PENUTUP
Perlindungan
bagi pemegang hak atas tanah yang secara yuridis formal merupakan hak bagi
setiap warga negara Indonesia, namun demikian tindakan untuk menindak setiap
pihak yang melakukan pendudukan atas tanah oleh pihak tertentu secara tidak sah
harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan konflik sosial, ataupun
konflik antara warga dengan Pemerintah. 2.
Sertifikat hak
atas tanah sebagai bukti hak yang merupakan perwujudan dari proses pendaftaran tanah
yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegangnya,
yang dilindungi dengan diadakannya pendaftaran tanah yaitu pemegang sertifikat
hak atas tanah, karena dengan dilakukannya pendaftaran tanah berarti akan
tercipta kepastian hukum, kepastian hak serta tertib administrasi pertanahan
sehingga semua pihak terlidungi dengan baik, baik pemegang sertifikat, pemegang hak atas tanah , pihak ketiga yang
memperoleh hak atas tanah maupun pemerintah sebagai penyelenggara negara.
DAFTAR PUSTAKA
Azhary,
Negara Hukum Indonesia : Analisis Yuridis
Normatif Tentang Unsur-unsurnya
, Penerbit UI
Press, Jakarta, 1995. Arie S. Hutagalung, Suparjo Sujadi, Hendriani
Parwitasari, Marliesa Qadarani, Ida Nurlinda,
Hukum Pertanahan di Belanda dan Di Indonesia,
Seri Penyusunan Bangunan Negara Hukum
, Penerbit
Pustaka Larasan, Edisi Pertama, Denpasar, 2012. Bachrul Amiq,
Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan
Daerah
, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2010
No comments:
Post a Comment
moga bermanfaat ^,^