Pages

Monday 9 May 2016

Metode Penelitian Hukum PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH


PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH TERSELUBUNG OLEH WARGA NEGARA ASING DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NO 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA (UUPA)
.

LATAR BELAKANG
Konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah negara hukum yang mengandung makna dalam penyelenggaraan pemerintahan dan bernegara didasarkan atas hukum. Penegasan bahwa Indonesia ialah negara hukum tampat nyata ketika dilakukan amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan
 bahwa “negara Indonesia ialah negara hukum. Makna yang paling esensi dari
negara hukum ialah segala hubungan antara negara dan masyarakat atau antara sesama anggota masyarakat dilandasi oleh aturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis (Azhary 1995). Sangat strategisnya obyek tanah bagi bangsa Indonesia, maka hal ini diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 33 Ayat (3) yang mengatur bahwa
“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”
. Pasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) menyatakan,  bahwa atas dasar menguasai dari Negara tersebut ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yaitu tanah, yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang. Tanah yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, yaitu untuk digunakan atau dimanfaatkan, diberikan dan dimilikinya tanah dengan hak-hak tersebut tidak akan bermakna, jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai  permukaan bumi saja. Berbicara tentang masalah tanah, jika ditinjau dari hukum adat merupakan suatu hal yang cukup esensiil dalam kehidupan manusia. Menurut Suyono Wignjodipuro ada dua hal pokok yang menyebabkan tanah mempunyai kedudukan penting, yaitu karena sifatnya yakni merupakan satu-satunya benda kekayaan yang bagaimanapun keadaannya masih tetap bersifat tetap atau kadang-kadang bahkan menguntungkan. Kedua karena fakta bahwa bahwa tanah itu merupakan tempat tinggal persekutuannya, merupakan penghitungan bagi warga  persekutuan, merupakan tempat warga dikebumikan, dan juga merupakan tempat tinggal para roh dan dayang-dayang leluhur persekutuan (Surojo 1968). Hal senada juga disampaikan oleh Maria S.W. Sumardjono bahwa karena sifatnya yang langka dan terbatas, serta merupakan kebutuhan dasar setiap manusia inilah maka pada hakekatnya masalah tanah merupakan masalah yang sangat menyentuh keadilan, tetapi tidak selalu mudah untuk merancang suatu kebijakan pertanahan yang dirasakan adil untuk semua pihak (Sumardjono 2005). Era globalisasi dan liberalisasi perekonomian dewasa ini, maka peranan tanah bagi berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat pula kebutuhan akan dukungan berupa kepastian hukum di bidang pertanahan. Pemberian kepastian hukum di bidang pertanahan ini, memerlukan tersedianya  perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya. Selain itu, dalam rangka menghadapi berbagai kasus nyata diperlukan pula terselenggaranya kegiatan pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditur, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan pertanahan.
Berkaitan dengan itu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan untuk diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dimaksud. Penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendafataran Tanah (Abdullah 2008).

Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, A.P. Parlindungan dalam Supriadi mengatakan bahwa “dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, di zaman informasi ini maka kantor pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang
bermukim maupun untuk kegiatan bisnis. Sehubungan dengan hal tersebut akan meningkattanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan di mana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas sebidang tanah/bangunan yang ada, sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar (Supriadi 2008).

PERUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari uraian latar belakang penulisan maka penulis membatasi  permasalahan dengan perumusan sebagai berikut :
1.      Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang hak milik atas tanah terselubung oleh warga negara asing ditinjau dari undang undang no 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria (uupa)

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mendasarkan pada sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier (Soekanto&Mamudji 2004). Metodologi  penelitian hukum pada pokoknya mencakup uraian-uraian tentang metode yang digunakan, tipe penelitian yang akan dilakukan, metode pengumpulan data, serta  pengelohan data dan analisis data. Teknik pengumpulan bahan hukumyang digunakan dalam penelitian hukum ini yaitu melalui studi kepustakaan yang didasarkan pada data sekunder/ sumber sekunder dengan cara mengkaji ketentuan-ketentuan hukum  positif maupun asas-asas hukum umum, dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti. Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan oleh  penulis dalam penelitian ini ialah teknik analisis data kualitatif, yakni suatu uraian tentang cara-cara analisis berupa kegiatan mengumpulkan data kemudian diedit dahulu untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif.

A.    TINJAUAN PUSTAKA
 Tinjauan Tentang Teori Perlindungan Hukum dan Pendaftaran Hak Atas Tanah
Teori perlindungan hukum berdasarkan UUD 1945 terdapat dalam Alinea
ke empat Pemukaan UUU 1945 yang menyebutkan bahwa “melindungi segenap  bangsa dan seluruh tupah darah Indonesia”. Secara
teoritik, aline ke empat  pembukaan UUD 1945 telah menentukan suatu teori perlindungan hukum bagi segenap bangsa Indonesia termasuk perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah (pemegang sertifikat hak atas tanah). Teoeri perlindungan hukum yang terdapat dalam alinea ke empat pembukaan UUD 1945 tersebut tepat digunakan karena adanya unsur :

 a.  Perlindungan hukum yang ditujukan kepada segenap bangsa Indonesia dan teritorium, diantaranya ialah pemegang hak atas tanah yang sebenarnya serta lingkungannya, melalui penerbitan sertifikat hak tas tanah santun lingkungan yang berkepastian hukum secara yuridis. 

b.  Perlindungan yang bertujuan untuk pertahanan keamanan dan ketertiban nasional, melalui penerbitan sertifikat hak tas tanah santun lingkungan dengan asas publisitas positif dan pengadaan dana pertanggungan hak atas tanah serta sesuai dengan advis planning yang berkeadilan secara materiil dan bermanfaat secara preventif.

c.  Perlindunga melalui peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan hak atas tanah dan pengadaan dana pertanggungan yang secara materiil yang  bersifat lahiriyah.

d.  Perlindungan melalui penciptaan rasa ketenangan dan kenyamanan bagi  pemegang sertifikat hak tas tanah dan lingkungannya dalam mencari kebahagiaan hidup di akhirat secara spiritual yang bersifat rohaniah (Syafruddin 2004). Teori perlindungan hukum responsif menurut Philip Selznick dan Philippe  Nonet merupakan jawaban tepat untuk kebijakan bidang pertanahan yang selama ini pragmatis, tegasnya agar relevan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah dan lingkungannya, dengan kriteria hukum yaitu :
            a. Mempunyai tujuan yang obyektif. Perlindungan hukum responsif bagi pemegang sertifikat hak atas tanah danlingkungannya menghendaki tujuan yang obyektif yang hendak dicapai yakni sertifikat hak atas tanah yang berkepastian hukum,  berkeadilan dan bermanfaat.

b. Mempunyai legalitas yang otoritatif. Perlindungan hukum responsif bagi pemegang sertifikat hak atas tanah dan lingkungannya menghendaki legalitas yang otoritatif dalam perolehan sertifikat hak atas tanah melalui prosedur formil dan materiil dalam pencapaian kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan yang substantif  berdasarkan kewenangan aturan hukum Badan Pertanahan Nasional (BPN).

c. Mempunyai integritas yang adaptif yang dalam setiap putusan kegiatan  pendaftaran tanah melibatkan sebanyak mungkin tampungan aspirasi masyarakat, misalnya melalui penggunaan asas terbuka, asas musyawarah, asas
contradictoir dilimitatie
 dan sekaligus bertanggung  jawab melalui pengadaan dana pertanggungan hak atas tanah (Selznick&Nonet 1978).

2.      Tinjauan Tentang Hak Penguasaan Atas Tanah
Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum seperti yang dikemukakan oleh Fitzgerald dalam Satjipto Rahardjo yaitu hak itu diletakkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki title/identitas atas barang yang menjadi sasaran dari hak. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan(commission)
 atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan. Ini bisa disebut sebagai isi dari Hak.Commision atau omission
 menyangkut sesusatu yang bisa disebut sebagai obyek dari hak. Setap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya (Rahardjo 1996). Hak perorangan atas tanah terdiri dari :

a.       Hak atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang memberi wewenang  bagi subjeknya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya. Hak atas tanah terdiri atas :

1)      Hak atas tanah orisinal atau primer, yaitu hak atas tanah yang bersumber  pada Hak Bangsa Indonesia dan yang diberikan oleh Negara dengan cara memperolehnya melalui permohonan hak. Hak atas tanah yang termasuk hak primer antara lain :

a)      Hak Milik.

b)      Hak Guna Bangunan.

c)      Hak Guna Usaha.

d)     Hak Pakai.

e)      Hak Pengelolaan.

2)      Hak atas tanah derivatif atau sekunder, yaitu hak atas tanah yang tidak langsung bersumber kepada Hak Bangsa Indonesia dan diberikan pemilik tanah dengan cara memperolehnya melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah dengan calon pemegang hak yang bersangkutan. Hak atas tanah yang termasuk dalam hal ini, yaitu:

a)      Hak Guna Bangunan.

b)      Hak Pakai.

c)      Hak Sewa.

d)     Hak Usaha Bagi Hasil.

e)      Hak Gadai.

f)       Hak Menumpang.

b. Hak Jaminan atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang tidak memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya tetapi memberikan wewenang untuk menjual lelang tanah tersebut apabila pemilik tanah tersebut (debitur) melakukan wanprestasi. Hak-hak jaminan atas tanah menurut hukum tanah nasional yaitu Hak Tanggungan yang diatur dengan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Hutagalung dkk 2012)




.
B.     PEMBAHASAN 1.

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah
Teori perlindungan hukum menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar  Negara Kesatua Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) alinea-4 menyebutkan bahwa
“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”.
Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa “yang menjadi  permasalahan tanah saat ini justru bukan lagi masalah bagaimana si miskin memperoleh tanah, namun yang menjadi masalah ialah bagaimana si pemilik tanah dapat mempertahankan hak miliknya (hak atas tanah tersebut)”, pada saat ini persoalan tanah telah berubah sifatnya, yang terlibat dalam persoalan tanah  bukan lagi pemilik tanah desa melawan buruh tani, tetapi antara pemilik modal  besar melawan pemilik tanah setempat, baik yang ada di desa maupun di kota, dan antara pemerintah dan pemilik tanah di desa dan di kota”.(Soetrisno 1995)

            Negara patut melindungi pemegang sertifikat hak atas tanah karena adanya iktikad baik pemegangnya dan adanya keputusan negara menerbitkan sertifikat sebagai bukti hak atas tanah yang tidak patut dibatalkan negara tanpa santunan, untuk itu perlu adanya aturan hukum administrasi negara dan pelaksanaannya yang sah, benar dan tepat sehingga perlindungan hukum patut diberikan kepada  pemegang sertifikat hak atas tanah. Terwujudnya kepastian hukum dalam  pendaftaran tanah tidak lepas dari faktor kekurangan dalam substansi aturan  pertanahan, disinkronisasi peraturan yang ada. Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersedianya perangkat aturan perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya. Secara empiris, keberadaan  peraturan-peraturan itu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya pendukungnya. Upaya pemerintah untuk memberikan suatu bentuk jaminan akan adanya

kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi seseorang ialah dengan dilakukannya

suatu pendaftaran hak atas tanah sebagaimana rumusan pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok- pokok Agraria. Adanya

kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi setiap orang secara tegas dinyatakan dalam

 pasal 19 ayat 1 bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan

 pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang disempurnakan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftara Tanah. Indonesia sebagai Negara hukum berkepentingan mengatur

 perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah yang  berkepastian

hukum, bermanfaat, dan berkeadilan dengan cara merespon kebutuhan serta keinginan

 pemegang hak atas tanah dalam kehidupan masyarakat secara transparan, tanpa tipu

daya, intimidasi atau diskriminasi, dimana semua orang ialah sama di hadapan

hukum dan atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun (Simamora 2011). Hak-hak subyek hukum atas suatu bidang tanah dengan alai bukti berupa suatu sertipikat harus dilindungi mengingat sertifikat hak atas tanah merupakan  bukti tertulis yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang, oleh karenanya menurut Pasal 164 HIR dan Pasal 1866 KUH Perdata merupakan bukti otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna, dalam Pasal 32 avat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ditentukan dengan tegas bahwa sertipikat merupakan Surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

2. Kepastian Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah
Menurut Maria S.W. Sumardjono bahwa hukum menghendaki kepastian. Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan kepastian siapa pemegang hak milik atau hak-hak lain atas sebidang tanah. Di dalam realitasnya, pemegang sertifikat atas tanah belum merasa aman akan kepastian haknya, bahkan sikap keragu-raguan yang seringkali muncul dengan banyaknya gugatan yang menuntut  pembatalan sertifikat tanah melalui pengadilan (Sumardjono 2001), dan menurut Muchtar Wahid, berpendapat bahwa sertifikat tanah sebagai produk pendaftaran yang memenuhi aturan hukum normatif, belum menjamin kepastian hukum dari sudut pandang sosiologi hukum (Wahid 2008), yang dimaksud oleh beliau kepastian hukum dari sudut pandang sosiologi hukum itu ialah realitas sosial yang terjadi di masyarakat, dengan memperhatikan kemampuan pemerintah, maka  pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan secara bertahap. Sebagai langkah awal dilakukan pengukuran desa demi desa untuk memenuhi ketersediaan peta dasar pendaftaran tanah yang memuat titik-titik dasar tehnik dan unsur-unsur geografis serta batas fiksik bidang-bidang tanah,  pada wilayah yang belum dilakukan secara sistematik, peta dasar pendaftraan tanah sangat diperlukan untuk mengidentifikasi dan menentapkan letak tanah yang akan didaftarkan secara sporadik, dan selanjutnya menjadi dasar untuk  pembuatan peta pendaftaran. Sehubungan dengan pemberian kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah, baik mengenai subjek maupun objeknya, maka  pemerintah mengharuskan dilakukan pengumuman mengenai hak-hak atas tanah, yang meliputi :

1.      Pengumuman mengenai subjek yang menjadi pemegang hak yang dikenal dengan sebagai asas publisitas dengan maksud agar masyarakat luas dapat mengetahui tentang subjek dan objek atas satu bidang tanah. Adapun implementasi dari asas publisitas ini yaitu dengan mengadakan pendaftaran tanah.
2.      Penetapan mengenai letak, batas-batas, dan luas bidang-bidang tanah yang dipunyai seseorang atas sesuatu hak atas tanah, dikenal sebagai asas spesialitas dan implementasinya ialah dengan mengadakan Kadaster, dengan demikian, maka seseorang yang hendak membeli suatu hak atas tanah tidak perlu melakukan penyelidikan sendiri, karena keterangan mengenai subyek dan objek atas suaru bidang tanah dapat diperoleh dengan mudah pada instansi pemerintah yang ditugaskan menyelenggarakan Pendaftaran Tanah. (Pena Rifai)


C.     PENUTUP
Perlindungan bagi pemegang hak atas tanah yang secara yuridis formal merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia, namun demikian tindakan untuk menindak setiap pihak yang melakukan pendudukan atas tanah oleh pihak tertentu secara tidak sah harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan konflik sosial, ataupun konflik antara warga dengan Pemerintah. 2.

Sertifikat hak atas tanah sebagai bukti hak yang merupakan perwujudan dari proses pendaftaran tanah yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegangnya, yang dilindungi dengan diadakannya pendaftaran tanah yaitu pemegang sertifikat hak atas tanah, karena dengan dilakukannya pendaftaran tanah berarti akan tercipta kepastian hukum, kepastian hak serta tertib administrasi pertanahan sehingga semua pihak terlidungi dengan baik, baik pemegang sertifikat,  pemegang hak atas tanah , pihak ketiga yang memperoleh hak atas tanah maupun pemerintah sebagai penyelenggara negara.
DAFTAR PUSTAKA
Azhary,
 Negara Hukum Indonesia : Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-unsurnya
, Penerbit UI Press, Jakarta, 1995. Arie S. Hutagalung, Suparjo Sujadi, Hendriani Parwitasari, Marliesa Qadarani, Ida Nurlinda,
 Hukum Pertanahan di Belanda dan Di Indonesia, Seri  Penyusunan Bangunan Negara Hukum
, Penerbit Pustaka Larasan, Edisi Pertama, Denpasar, 2012. Bachrul Amiq,
 Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah

, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010

No comments:

Post a Comment

moga bermanfaat ^,^

 

Blogger news

Blogroll

About