Pages

Friday 13 May 2016

makalah hukum pajak



http://adfoc.us/35384659101042

DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................... 1
Kata Pengantar.................................................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................................................ 3
BAB I  PENDAHULUAN
Latar Belakang..................................................................................................... 4
Rumusan Masalah............................................................................................. 5
Tujuan Makalah................................................................................................... 6
Manfaat Makalah................................................................................................. 6
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka................................................................................................ 7
BAB III  PEMBAHASAN
Pembahasan dan Analisis.............................................................................. 12
BAB IV PENUTUP
Penutup.............................................................................................................. 17
Daftar Pustaka................................................................................................... 18



BAB I
PENDAHULUAN


  A.  Latar Belakang
                 Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat[1]. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan harus dibiayai dari penghasilan negara.
Pada mulanya pajak bukan merupakan suatu pungutan melainkan hanya berupa pemberian secara sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun.
Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam negara itu (natural resources).Dua sumber itu merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi, dimana ada kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum.
Pungutan pajak memang pada dasarnya mengurangi penghasilan ataupun kekayaan individu akan tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian di kembalikan lagi kepada masyarakat, melaui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar maupun tidak. Seperti yang dikatakan oleh Rohmat Soemitro bahwa membayar pajak itu tidak saja berarti kewajiban ikut serta memikul beban negara (pengeluaran negara), tetapi juga merupakan hak untuk serta memikul sebagian dari beban negara, sesuai dengan kemampuannya.[2]
Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan bernegara, khususnya didalam pembangunan karena pajak merupakan sumber penghasilan negara untuk membiayai semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Sistem pemungutan pajak di indonesia adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberikan kepercayaan untuk memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang terhadap negara. Disamping cara Self Assessment System terdapat cara lain yaitu sistem pemotongan (withholding system). Withholding System merupakan cara yang paling mudah yang dilakukan pemerintah untuk memungut pajak, yaitu dengan cara mewajibkan wajib pajak untuk melakukan pungutan dan pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan cara ini maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk memungut pajak.
Dalam pemungutan pajak subjek dan objek pajak harus jelas. Oleh karena itu harus dikelola dengan baik dan benar sehingga data wajib pajak sesuai. Selain itu, tarif pajak harus ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu. Dengan demikian para wajib pajak dapat rutin dan patuh membayar pajak. Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif. Objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya objek pajak karena menyangkut apa yang dikenakan atau tidak dikenakannya pajak atas objek dimaksud, sehingga dalam UU perpajakan kita selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek setiap jenis pajak.

      B.  RUMUSAN MASALAH

Adapun masalah-masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Apa dasar hukum dari subjek pajak penghasilan?
2.    Apa definisi dari pajak penghasilan?
3.    Siapa saja yang menjadi subjek pajak?

      C.  TUJUAN MAKALAH

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Apa saja yang menjadi dasar hukum dari subjek pajak penghasilan
2.    Definisi dari pajak penghasilan
3.    Siapa saja yang berhak menjadi subjek pajak

      D.  MANFAAT MAKALAH

1.    Dapat mengetahui secara lebih jelas tentang subjek pajak dan pengertian dari pajak penghasilan serta dasar hukum yang menjadi landasan bagi subjek pajak penghasilan tersebut


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  TINJAUAN PUSTAKA

Sebelum membahas tentang Pajak Penghasilan, ada baiknya kita mengatahui tentang arti dari kata pajak itu sendiri. Karena dengan memahami tentang arti dari pajak itu sendiri, kita akan lebih mudah mempelajari dan mengerti tentang seluk-beluk perpajakan di Indonesia.
Pengertian pajak sendiri  menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun di dalam pajak terdapat 5 unsur pokok dalam definisi pajak yaitu:
1. Iuran / pungutan
2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
3. Pajak dapat dipaksakan
4. Tidak menerima kontra prestasi
5. Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah

Jenis-jenis Pajak:
Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Contoh dari
pajak pusat adalah:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Akan tetapi sejak tahun 2012, khusus untuk jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pengelolaan terhadap jenis pajak ini sebagian dialihkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda).

B.  Pengertian Pajak
Kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual, dimana tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembebanan pajak oleh pemerintah yang berbentuk pemungutan pajak terhadap wajib pajak, pada hakikatnya merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.
Namun satu hal yang harus diingat bahwa pajak bukanlah merupakan iuran yang sifatnya sukarela, akan tetapi iuran yang dapat dipaksakan, sehingga kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat merugikan wajib pajak yang bersangkutan, dengan kemungkinan-kemungkinan surat paksa, sita dan lelang serta sanksi-sanksi pidana yang dapat diancam dengan pidana kurungan atau penjara. Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan sederhana tetapi terdapat banyak hal yang bersifat emosional. Pada dasarnya, tidak seorangpun yang senang membayar pajak dan bertahan terhadap pembayaran pajak.
Seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakan-kebijakan dibidang pajak, oleh karena itu pajak merupakan fenomena yang selalu berkembang dimasyarakat. Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai pajak.
Menurut Muda Markus dan Lalu Hendry Yujana mengatakan bahwa harta kekayaan rakyat yang berdasarkan Undang-undang sebagian wajib pajak diberikan oleh rakyat kepada Negara, tanpa mendapat kontraprestasi yang diterima rakyat secara individual dan langsung dari negara serta bukan merupakan penalti, yang berfungsi sebagai dana untuk penyelenggaraan Negara, dari sisanya jika ada digunakan untuk pembangunan serta berfungsi sebagai instrumen untuk mengatur kehidupan sosial ekonomi masyarakat.[3]
Menurut Rochmat Soemitro mengungkapkan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. [4]
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah :
1.      Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
2.      Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3.      Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4.      Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
5.      Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter yaitu mengatur.

C.  Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

·         Muda Markus dan Lalu Hendry Yujana
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya dalam satu tahun pajak
D.  Pengertian Subjek Pajak
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh Undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Sedangkan menurut Waluyo dan Wirawan yang dimaksud dengan subjek pajak adalah:
1.    Orang Pribadi
2.    Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
3.    Badan
4.    Bentuk Usaha Tetap (BUT)[5]
E.  Dasar Hukum
Pajak Penghasilan sendiri telah diatur serta memiliki kekuatan hukum yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Adapun Undang-Undang ini terlah beberapa kali mengalami perubahan, dan yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perbuahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Thaun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)



BAB III
PEMBAHASAN

A.  Dasar Hukum

1.    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
2.    Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 601/KMK.03/2005 tentang Organisasi-organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan
            Adapun undang-undang yang masih berlaku yaitu Undang- Undang 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan merupakan perubahan keempat dari Undang-Undang Pajak Penghasilan yang pertama yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

B.  Definisi Pajak Penghasilan

1.    Pajak Penghasilan
Definisi dari pajak penghasilan ini tercantum di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 yang berbunyi: “Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun Pajak.
2.    Berkenaan dengan penghasilan yang diterima
Di dalam penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2008 dijelaskan bahwa berkenaan dengan penghasilan yang diterima dinyatakan bahwa:
a.    Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak.
Undang-Undang ini mengatur pengenaan Pajak  Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak
b.    Apabila menerima atau memperolah penghasilan, subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan
c.    Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam UU ini disebut dengan Wajib Pajak
d.    Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak/ dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektinya dimulai atau berakhir dalan tahun pajak
e.    Tahun Pajak dan Tahun Buku , yang dimaksud dengan Tahun Pajak dalam Undang-Undang ini adalah tahun kalender, tetapi WP dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 ( dua belas) bulan.

C.  Subjek Pajak
Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak. Dengan perkataan lain. Setiap wajib pajak adalah subjek pajak.
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.
Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.

a.     Subjek Pajak dari Pajak Penghasilan (PPh)
Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. Secara praktik termasuk dalam pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, Subjek pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)     Orang Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan Menggantikan yang Berhak
Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan umur dan juga jenjang sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama untuk semua (non dicrimination).
                           Sedangkan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan ahli warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilakasanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya.
2)     Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak melakukan usaha yang meliputi :
1.     Perseroan Terbatas (PT)
2.     Perseroan Komanditer
3.     Perseroan atau perkumpulan lainnya
4.     Badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun.
5.     Firma
6.     Kongsi
7.     Koperasi
8.     Dana pensiun
9.     Persekutuan
10.  Yayasan
11.  Organisasi massa
12.  Organisasi sosial politik
13.  Bentuk usaha tetap
14.  Bentuk usaha lainnya.


3)     BUMN dan BUMD
Badan Usaha Milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
4)     Perkumpulan
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
5)     Bentuk Usaha Tetap
     Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan yang didirkan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
1.     Tempat kedudukan manajemen
2.     Cabang perusahaan
3.     Kantor perwakilan
4.     Gedung kantor
5.     Pabrik
6.     Bengkel
7.     Pertambangan dan penggalian sumber alam
8.     Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
9.     Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan
10.  Gudang
11.  Ruang untuk promosi atau penjualan
12.  Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
13.  Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain
14.  Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
15.  Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi atau menanggung resiko di Indonesia
16.  Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki sewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.



BAB IV
PENUTUP

Dari penjelasan yang ditelah disampaikan oleh makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1.    Dasar hukum bagi pajak penghasilan (PPh) pada awalnya adalah Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman maka undang-undang ini mengalami pembaharuan sebanyak empat kali. Sehingga dasar hukum bagi pajak penghasilan yang berlaku hingga sekarang adalah Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2.    Definisi dari Pajak Penghasilan tercantum didalam Pasal 1 Undang- undang Nomor 10 Tahun 1994 yang berbunyi bahwa dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak
3.    Subjek Pajak
Yang menjadi subjek pajak adalah:
1.    Orang pribadi
2.    Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
3.    Badan
4.    BUMN dan BUMD
5.    Perkumpulan
6.    Bentuk Usaha Tetap


DAFTAR PUSTAKA

1.    Soemitro, Rochmat. 1892. Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco
2.    Soemitro, Rochmat. 1991
3.    http:forum.kompas.com
4.    Markus, Muda., dan Hendry Yujana. 2002. Pajak Penghasilan
5.    Soemitro, Rochmat. 2004. Perpajakan Teori dan Kasus. Bandung:Eresco


[1] Rochmat Soemitro, “Pengantar Singkat Hukum Pajak”, Eresco, Bandung, 1892
[2] Ibid, hlm. 87
[3] Muda Markus dan Lalu Hendry Yujana, Pajak Penghasilan, 2002 hlm. 9
[4] Rochmat Soemitro, Perpajakan Teori dan Kasus, 2004 hlm. 613
[5] Waluyo dan Wirawan, Perpajakan Indonesia, 2000;42

No comments:

Post a Comment

moga bermanfaat ^,^

 

Blogger news

Blogroll

About